NAVIGASI

Jumat, 01 Agustus 2014

Pelajaran Sejarah dan Politik untuk Joko Anwar

 
Awalnya saya tidak berniat membuat tulisan hanya karena seorang sutradara tanpa magnum opus bernama Joko Anwar menyatakan kegeramannya atas berita "Prabowo mengatakan pemilik The Jakarta Post brengsek," karena dengan Joko Anwar tanpa kroscek langsung "geram" saja sudah menunjukan tingkat intelektual yang bersangkutan. Tapi setelah dipikir lagi saya kuatir bila para penggemar Joko Anwar mengira bahwa idolanya benar dan Prabowo salah, maka dari itu terpaksa saya membuat tulisan ini.

Pertama tentu harus dijawab apakah Prabowo menyebut pemilik The Jakarta Post adalah orang brengsek atau kata tidak pantas lainnya? Di bawah ini adalah kalimat lengkap Prabowo yang saat itu diucapkan sambil tertawa:

"Aduh udah deh, The Jakarta Post itu jahat. Pemilik The Jakarta Post Sofyan Wanandi itu jahat. Coba gimana gak jahat, kita bantah gak dimuat. Saya pernah buat artikel yg saya tulis sendiri tidak dimuat, ada orang sy yg nulis juga juga tdk diturunkan,"

Silakan lihat sendiri rekamannya: https://www.youtube.com/watch?v=PAM3wVX1kPs

Apakah keluar kata "brengsek"? Tidak. Kalau begitu apakah ada kata yang tidak pantas atau kasar keluar dari mulut Prabowo? Sama sekali tidak.

Kedua, apakah pernyataan Prabowo bahwa pemilik The Jakarta Post yaitu Sofyan Wanandi jahat dapat dibenarkan? Di bawah ini adalah beberapa "prestasi" dari pemilik The Jakarta Post yaitu Jusuf Wanandi dan Sofyan Wanandi:

- Menurut Jenderal Soemitro Jusuf Wanandi dan Sofyan Wanandi adalah konseptor dalam jaringan Opsusnya Ali Moertopo dan donatur dana kepada kelompok Gerakan Usaha Pembaharuan Pendidikan islam (GUPPI) yang tidak lain adalah massa perusuh tidak dikenal pada peristiwa 15 Januari 1974 (Malari) yang digarap di kantor CSIS. Sebelum terjadinya Malari, Sofyan Wanandi sering mondar-mandir ke kantor GUPPI dan menurut keterangan Roy Simanjuntak yang mengorganisir tukang becak yang kemudian ikut merusuh, Sofyan mengatakan kepadanya bahwa bila ada apa-apa sebut saja nama Soedjono dan Ali Moertopo (Massa Misterius Malari, Tempo, halaman 62-63). Bukti Jusuf Wanandi adalah orang Opsus diungkap Wikileaks:

"6. ASIDE FROM MURTONO, HOWEVER, ALI MURTOPO AND OPSUS SEEM TO HAVE DONE RATHER WELL. NUMBER TWO MAN (MARTONO) HAS LONG BEEN KNOWN AS OPSUS MAN IN OLD KOSGORO ORGANIZATION. JUSUF WANANDI (LIM BIAN KIE) HAS KEY POSITION HEADING LIST OF SECRETARIES ORGANIZED ACCCORDING TO FUNCTION, AND OPSUS STALWARTS DOMINATE AT THIS WORKING LEVEL."

https://www.wikileaks.org/plusd/cables/1973JAKART10795_b.html

- Yusuf Wanandi, dan Sofyan Wanandi adalah perancang utama penyerbuan dan okupasi Indonesia di Timor Timur selama puluhan tahun, sedangkan saudara mereka Markus Wanandi bertugas "menghancurkan" Gereja Katolik setempat guna memuluskan okupasi Indonesia. CSIS dan Wanandi bersaudara juga perancang usaha untuk menghilangkan pengaruh Islam dari Indonesia yang antara lain menyebabkan peristiwa Tanjung Priok. CSIA dan Benny Moerdani membantai secara kejam banyak penduduk Timor Timur dan kemudian mengeruk uang dari lokasi jajahan Indonesia tersebut, dan uang dari Timor Timur digunakan untuk membiayai operasi-operasi politik LB Moerdani dan CSIS (George Junus Aditjondro, CSIS, Pater Beek SJ, Ali Moertopo dan LB Moerdani).

- Kesaksian George Junus Aditjondro tentang Wanandi bersaudara antara lain:

"...So, in a nutshell, Jusuf Wanandi and the two brothers about whom I have enough knowledge, Sofyan Wanandi and Markus Wanandi, are certainly not democrats, but rather three of the most effective destroyers of democracy in Indonesia (apart from the military and many other civilian anti-democrats). They are very right wing, they have certainly approved if not supported the anti-leftist purge in Indonesia in 1965-1966, and unlike some others of that generation, are still very proud of that 'achievement,' then they also showed their very anti-Muslim attitude, by destroying the original Muslim parties and thereby had to destroy also the Christian political parties, and then they played a very important role in crushing nationalist feelings among the West Papuan and the Maubere peoples..."

http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1997/02/11/0071.html

- Nama Sofyan Wanandi kembali disebut karena dia menghadiri rapat di rumah Fahmi Idris saat Jenderal Leonardus Benjamin Moerdani alias LB Moerdani menguraikan rencananya untuk menjatuhkan Presiden Soeharto melalui aksi massa yang "mengejar orang cina dan gereja," Rapat ini adalah untuk pertama kalinya LB Moerdani mengungkap rencana revolusi yang kelak menjadi Kerusuhan 13-14 Mei 1998 (Salim Said, Dari Gestapu Ke Reformasi, Penerbit Mizan, hal. 316). Kerusuhan 13-14 Mei 1998 sendiri dikendalikan oleh LB Moerdani dari Hotel Ria Diani, Cibogo, kawasan Puncak Bogor dengan perusuh adalah orang-orang sipil yang dilatih oleh Benny di kawasan Gunung Salak, Bogor. (Tabloid Adil edisi No.46, 19-25 Agustus 1998).

- Sudah bukan rahasia bahwa Sofyan Wanandi adalah penyandang dana Kongres PDI di Medan yang menurunkan Megawati untuk diganti dengan Dr. Soerjadi yang melahirkan peristiwa kudatuli. Masalahnya dari buku Otobiografi Politik RO Tambunan: Membela Demokrasi dan tulisan dari Rachmawati Soekarnoputri: Membongkar Hubungan Mega dan Orba di Harian Rakyat Merdeka 31 Juli 2002 dan 1 Agustus 2002 terungkap fakta bahwa kudatuli adalah bagian dari politik dizolimi alias play victim yang dirancang oleh LB Moerdani bekerja sama dengan Megawati, dan Dr. Soerjadi, dengan tujuan menaikan seseorang dari keluarga Soekarno untuk menandingi Presiden Soeharto. Sofyan Wanandi tentu saja adalah bagian inner circle LB Moerdani di CSIS sehingga dia terlibat kudatuli.

- Nama Jusuf Wanandi dan Sofyan Wanandi juga disebut dalam dokumen-dokumen yang ditemukan di lokasi ledakan di tanah tinggi tanggal 18 Januari 1998 yang menyebut bahwa mereka berdua mendanai gerakan revolusi berdarah untuk menjatuhkan presiden Soeharto. Bunyi email tersebut adalah sebagai berikut:

"Kawan-kawan yang baik! Dana yang diurus oleh Hendardi belum diterima, sehingga kita belum bisa bergerak. Kemarin saya dapat berita dari Alex [Widya Siregar] bahwa Sofjan Wanandi dari Prasetya Mulya akan membantu kita dalam dana, di samping itu bantuan moril dari luar negeri akan diurus oleh Jusuf Wanandi dari CSIS. Jadi kita tidak perlu tergantung kepada dana yang diurus oleh Hendardi untuk gerakan kita selanjutnya."

Adapun dokumen lainnya adalah notulen berisi pertemuan “kelompok pro demokrasi” yang berlangsung di Leuwiliang, Bogor, 14 Januari 1998 yang dihadiri oleh 19 aktivis mewakili 9 organisasi terdiri dari kelompok senior dan kelompok junior yang sedang merencanakan revolusi di Indonesia. Adapun yang dimaksud sebagai kelompok senior adalah sebagai berikut:

Pertama, CSIS yang bertugas membuat analisis dan menyusun konsep perencanaan aktivitas ke depan.

Kedua, kekuatan militer yang diwakili oleh Benny Moerdani.

Ketiga, kekuatan massa yang pro Megawati Soekarnoputri.

Keempat, kekuatan ekonomi yang dalam hal ini diwakili oleh Sofjan Wanandi dan Yusuf Wanandi.

Sumber: Majalah Gatra edisi 31 Januari 1998

- Sofyan Wanandi adalah orang yang memulai salah satu pembusukan karakter paling keji terhadap Prabowo ketika diwawancara Adam Schwarz mengatakan Prabowo pernah bilang akan mengusir semua orang cina sekalipun hal itu akan membuat ekonomi Indonesia muncur 20-30 tahun tapi 14 tahun setelah rumor tersebut merasuk ke sumsum rakyat Indonesia atau tahun 2012, barulah Sofyan Wanandi membantah bahwa ia pernah mengeluarkan pernyataan seperti itu dengan alasan "jurnalis salah paham."

http://gresnews.com/mobile/berita/Politik/936197-mungkinkah-ini-pelencengan-sejarah-98-sofyan-wanandi-bantah-tuding-prabowo-berencana-usir-etnis-tionghoa

- Sofyan Wanandi pernah memprovokasi Prabowo untuk mengangkat senjata dan melawan Presiden Soeharto tapi ditolak mentah-mentah oleh Prabowo. (Lee Kuan Yew, From Third World to First).

Ketiga, dari kesaksian jurnalis asing di The Jakarta Post bernama Bill Tarrant terungkap bahwa The Jakarta Post adalah bagian integral dari rencana CSIS (Jusuf Wanandi, Sofyan Wannadi, dan LB Moerdani) untuk memprovokasi agar terjadi revolusi berdarah di Indonesia sesuai pembicaraan di rumah Fahmi Idris dengan tujuan menjatuhkan presiden Soeharto yang telah mengusir CSIS dari dunia politik Indonesia karena CSIS ketahuan belangnya. Lebih jauh lagi melalui tangan Raymond Toruan dan Susanto Pudjomartono, The Jakarta Post adalah donatur utama "gerakan mahasiswa 1998" dan banyak aksi selama 1998 dilahirkan dari kantor mereka yang tidak lain adalah markas besar "gerakan mahasiswa 1998". (Bill Tarrant, Reporting Indonesia).

Melihat fakta-fakta dan bukti-bukti di atas maka kita bisa sampai kesimpulan bahwa Prabowo menyebut "jahat" kepada Sofyan Wanandi dan pemilik The Jakarta Post sebenarnya adalah masih terlalu sangat sopan dan memberi muka kepada mereka. 

Tidak ada komentar :

Bagikan