NAVIGASI

Sabtu, 23 Agustus 2014

Prabowo tetap pemimpin


By Kafil Yamin

Prabowo tidak jadi presiden. Ia jadi pemimpin. Ia telah, masih dan akan tetap pemimpin untuk waktu yang tidak ditentukan.

Pemimpin tidak dihasilkan dari perhitungan suara; tidak bisa dihasilkan dari persekongkolan dan ketidakjujuran.

Pemimpin lahir dari pengakuan dan kecintaan warga masyarakat.

Tuhan telah memeliharanya di tempat aman dan lebih bermartabat, karena pemimpin tak bisa diturunkan paksa. Pemimpin hanya bisa ditolak atau diterima.

Presiden bisa digusur atau dipaksa berhenti. Pemimpin tidak. Karena tidak ada masa bakti bagi pemimpin.

Tentu, pengakuan dan kecintaan kepada pemimpin tidak tanpa alasan. Para pemilih dan pendukung Prabowo telah melihat kekuatan pribadinya, kekukuhan pendirian dan kesetiaan pada konstitusi. Ia tidak melawan perbuatan lancung dengan tindakan yang sama, melainkan dengan langkah-langkah yang berpijak pada norma, moral dan undang-undang. Kita tau, sebuah masyarakat, sebuah bangsa, sebuah negara, praktis runtuh dan kehilangan eksistensinya tanpa moral dan hukum.

Mungkin secara resmi bangsa dan negara itu masih punya nama; masih punya mesin pemerintahan; masih hiruk pikuk, tapi ia sudah tidak punya eksistensi. Ia hanya sebuah entitas pelengkap, atau alat, atau ajang percaturan politik dan ekonomi bangsa-bangsa lain.

Kita masih mendiami bumi Pertiwi, tapi sebagian besar sumber daya Bunda Pertiwi sudah bukan milik kita lagi. Para petani di Sumatra tidak bisa masuk ke hutan-hutan adat mereka yang telah dikapling-kapling jadi kebun sawit yang dimiliki juragan-juragan dari Malaysia, Taiwan, China, Jepang dan Eropa.

Orang-orang Dayak di seantero Kalimatan semakin tersingkir keluar hutan, karena hutan-hutan mereka hancur digerus perusahaan hutan, perusahan perkebunan, dan perusahaan tambang, yang nyaris semuanya milik asing.

Hutan-hutan sudah dikapling-kapling dan masing-masing sudah dijuragani penguras harta karun dari Amerika, Inggris, Swedia dan beberapa negara lain. Papua sedang mengarah kepada proses yang sama.

Dan di atas tanah ini, kita harus bekerja keras. Kita bisa sekolah dan menyekolahkan anak-anak kita, tapi dengan membayar cukup mahal. Tidak ada yang gratis di atas tanah kita sendiri. Masuk toilet pun ada biayanya.

Kita mengeluarkan biaya hidup lebih tinggi di negara kita sendiri dibanding kalau kita hidup di negara lain.

Kita membeli sayur-sayuran dan buah-buahan impor. Kita membeli air mineral kita sendiri yang dikelola perusahaan asing.

Pasar-pasar tradisional tempat rakyat berusaha, satu persatu berubah menjadi mall dan pasar swalayan yang merupakan jaringan bisnis global.

Kita memilih untuk tetap demikian. Kita memilih untuk tetap menjadi ‘bangsa dan negara sekedar nama’, karena bangsa dan negara seperti itu tak perlu pemimpin. Ia hanya perlu petugas dan pelayan.

Hanya pemimpin yang bisa menjadikan sebuah bangsa dan negara benar-benar memiliki eksistensi, memiliki kehadiran yang bermakna dan mampu mengelola kekayaan alamnya sendiri. Mampu mengatur dirinya sendiri.

Prabowo ingin bangsa dan negara Indonesia memiliki eksistensi; kehadirannya dirasakan oleh bangsa-bangsa lain, dan ‘dihitung’ sebagai bangsa. Dan dia berusaha mewujudkan itu dengan berbagai usaha. Karena itulah dia pemimpin.

“Tidak satu jengkal pun wilayah NKRI boleh dibiarkan lepas.” Yang dia maksud tentu bukan hanya wilayah fisik, tapi wilayah budaya, wilayah ekonomi, dan wilayah politik.

Kita memilih berdiri di belakang Prabowo karena kita pun tak ingin wilayah dan kedaulatan negara ini lepas barang sejengkal. Itu kredo kita yang kita warisi dari para pendiri republik ini. Kita tak rela melihat tanah-tanah Pertiwi jadi konsensi-konsesi para pencara harta karun internasional. Sebab, Tuhan menganugrahkan kekayaan berlimpah ini untuk kesejahteraan para penghuninya, bukan untuk dijaja-jaja ke para pembeli kekayaan dunia.

Tapi mungkin para pendagang asongan di jalan-jalan itu adalah cerminan langsung mental kebanyakan para penguasa negeri ini. Mengasong-asong, menjaja-jaja kekayaan negeri kepada pemodal asing adalah tugas utama penguasa. Dan kalau banyak yang beli, jenis penguasa seperti ini segera merasa jadi ‘pelobi ulung’, ‘ahli pemasaran’, dan didaulat sebagai ‘punya jaringan internasional’.

Prabowo harus tetap jadi pemimpin, dan koalisi Merah –Putih harus tetap mengawal negara, untuk menghentikan semua ketidakwarasan ini. Status permanen Koalisi Merah-Putih harus menguat dan dominan di DPR. Untuk itu, Prabowo harus tetap berkomunikasi dengan masyarakat; tetap berjuang sebagai patriot bangsa, sampai nyawa lepas dari badan. Jangan undur dari peredaran karena kalah Pilpres.

Dan mereka yang memilih berdiri di belakang Prabowo, harus meneladani kekukuhannya, kesetiaan pada amanat rakyat dan kehormatan NKRI. Wujudkan keindonesiaan dalam berperilaku, berbahasa, berbudaya, berkarir – untuk kehormatan Indonesia.

Tidak ada komentar :

Bagikan