NAVIGASI

Rabu, 26 November 2014

Dibalik ketenaran Jokowi, Terdapat kebusukan yang tersembunyi, Benarkah ?




Meski sudah dilakukan segala upaya dan strategi untuk mempertahankan citra positip Jokowi, namun akhirnya rakyat tersadar siapa Jokowi itu sesungguhnya.



Ratusan media massa yang berusaha mati-matian dengan dasar nilai kontrak yang sangat besar atau demi menjalankan perintah pemilik media untuk merekayasa opini melalui ratusan ribu pemberitaan memuja-muja joko widodo alias Jokowi, kini menghadapi jalan buntu. Popularitas Jokowi terus menurun tajam menuju titik nadir.



Diakui upaya pencitraan dan pembentukan persepsi positip terhadap Jokowi awalnya sukses dan berhasil, karena dilakukan secara sistematis, masih, kontinue, melibatkan jaringan media dan tokoh, menghabiskan biaya triliunan rupiah, disutradarai konsultan ahli strategi politik dan pollster (pengumpul suara) nomor satu di dunia.


Dampak atau hasilnya memang luar biasa, rakyat Indonesia terkecoh opini sesat. Tidak mendapat gambaran seutuhnya tentang fakta-fakta sebenarnya tentang Jokowi. Ribuan bahkan mungkin puluhan ribu tulisan, artikel, berita, tayangan dan sejenisnya ditampilkan secara apik oleh tim sukses Jokowi di bawah komando Stanley Bernhard Greeberg, sang ahli strategi politik dan pollster nomor satu dunia.


Mengupas fakta-fakta tentang diri Jokowi ini sangat menarik. Banyak misteri yang mengundang tanya tanya. Banyak informasi yang ditutup rapat, dirahasiakan, agar tidak menjadi pengetahuan rakyat luas.

Pada kesempatan pertama ini, fakta tentang diri Jokowi kita mulai dari fakta-fakta korupsi Jokowi selama menjadi Walikota Solo 2005-2011 yang diperoleh dari instansi penegak hukum (Kejari Solo dan Kejati Jawa Tengah), Pemkot Solo, dan sumber lain yang terlibat atau mengetahui pasti korupsi Jokowi ini.



Korupsi Jokowi selaku walikota Solo yang paling telak, kasar dan vulgar adalah pada pelepasan aset pemkot Solo berupa bangunan hotel Maliyawan.


Pada pelepasan aset pemkot Solo atas bangunan hotel Maliyawan ada dua tindak pidana Jokowi, yakni pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan dugaan suap dari Lukminto kepada Jokowi.


Secara ringkas dapat disampaikan, Jokowi terbukti merekayasa pelepasan aset bangunan hotel Maliyawan Solo secara ilegal dan langgar hukum. Semula Pemkot Solo yang ngotot mau beli tanah hotel milik pemda Jawa Tengah dan sudah menganggarkan dana pembelian tanah melalui APBD Solo. Tapi, Jokowi diam-diam telah menjual bangunan hotel Maliyawan kepada Lukminto. Diduga ada suap untuk Jokowi dari Lukminto atas penjualasan aset pemkot Solo (bangunan hotel Maliyawan) yang melanggar hukum itu.


Terhadap penjualan aset bangunan hotel Maliyawan itu, Jokowi terbukti melanggar Peraturan Pemerintah (PP) 38/2008 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah dan Negara.


Jokowi juga telah melanggar batas kewenangannnya sesuai dgn UU Pemda No. 22 tahun 1999, UU No. 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah, sbgmn sdh diubah dgn diubah untuk keduakalinya dengan UU Nomor 12 Tahun 2008, dan sejumlah peraturan pemerintah terkait pelepasan aset.


Jokowi terbukti telah melanggar PP No 6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Perda No 8/2008 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah


KKN Jokowi bersama Lukminto telah melanggar Laporan Pertanggung Jawaban Walikota Tahun 2010 yang telah menganggarkan pembelian tanah Hotel Maliyawan sebesar Rp 4 Miliar dari pemda / BUMD Jawa Tengan (CMJT).


Jokowi juga telah melanggar Nota Kesepakatan Pemkot Solo dengan DPRD Kota Solo No 910/3.314 dan No 910/1/617 tentang Kebijakan Umum Perubahan APBD Solo.


Jokowi melanggar hukum dan diduga korupsi dana hibah KONI Solo sebesar Rp. 5 miliar.
Pada tahun 2008 KONI Surakarta (Solo) mengajukan permohonan bantuan anggaran pembinaan dan bonus atlet berprestasi ke pemkot Solo. Atas permintaan KONI, pemkot Solo menyampaikan usulan RAPBD 2009 dengan alokasi dana hibah sebesar Rp. 11.3 M untuk KONI Solo.


Nota RAPBD 2009 Pemkot Solo dengan rencana anggaran hibah untuk KONI Solo disetujui DPRD Solo dan ditandatangani Jokowi selaku Walikota.


Sebelumnya pada tahun 2008 PERSIS Solo juga mengajukan permohonan dana bantuan ke Pemkot Solo. Tapi tidak disetujui karena dilarang peraturan dan perundang-undangan.


Terbukti bahwa APBD Solo TIDAK mengalokasikan dana hibah ke PERSIS Solo pada APBD tahun 2009.


Namun dalam pelaksanaanya, DPRD Solo menemukan penyimpangan pencairan dana Rp. 11.3 Milyar itu oleh Jokowi, di mana dana APBD 2009 untuk hibah KONI Solo hanya diterima sebesar Rp. 6.3 miliar, atau kurang Rp. 5 miliar dari anggaran APBD 2009 yang sudah disahkan.


KONI Solo melalui Wakil Ketua KONI Gatot Sugiharto mempertanyakan kemana kekurangan uang Rp. 5 miliar yang tidak diterima KONI. Jawaban walikota Jokowi bahwa sisa uang Rp. 5 miliar dana hibah hak KONI itu sudah dialihkan untuk PERSIS (Persatuan Sepak bola Solo).


Pengalihan uang Rp. 5 Miliar dana Hibah KONI melanggar UU dan hukum karena tanpa ada persetujuan DPRD dan Mendagri. Sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku dana APBD tidak diperbolehkan dihibahkan ke cabang olah raga termasuk sepakbola.


Tindakan Jokowi itu melanggar UU No. 32 thn 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Permendagri No. 59 thn 2007 serta Perda APBD Kota Solo.


Belakangan diketahui uang Rp. 5 miliar hak KONI SOLO telah dialihkan dan disebut Jokowi sudah diterima PERSIS Solo juga tidak dapat dipastikan kebenarannya. Tidak ada laporan penerimaan dana hibah dari APBD 2009 atau hibah dari KONI Solo untuk PERSIS Solo sebesar Rp. 5 miliar dalam laporan keuangan PERSIS Solo tahun 2009.


Korupsi Jokowi pada penyaluran dana Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Solo (BPMKS)
Pada tahun 2010, APBD Solo menganggarkan dana BPMKS sebesar Rp. 23 miliar untuk 110.000 siswa SD, SMP dan SMA Kota Solo.


Penyimpangan dan korupsi Jokowi adalah pada proses penganggarannya yang terjadi penggelembungan jumlah siswa dari 65.000 menjadi 110.000 siswa dengan modus duplikasi nama siswa.


sehingga anggaran APBD 2010 yang seharusnya hanya Rp. 10.6 miliar dimark up menjadi Rp. 23 miliar. Dari dana APBD tahun 2010 sebesar Rp. 23 miliar itu, dilaporkan tersisa Rp. 2.4 miliar atau terpakai /tersalurkan Rp. 20.6 miliar.


Hasil verifikasi tim audit BPK dan Itjen Kemendagri, telah terjadi korupsi pada program BPMKS sebesar Rp. 9.5 – 13 miliar dari penggunaan dana APBD tahun 2010 sebesar Rp. 23 miliar.

Untuk program BPMKS pada APBD 2011 dan 2012 juga terjadi penyimpangan dan korupsi yang sama dengan modus yang sama.


Pihak masyarakat sudah melaporkan perihal korupsi Jokowi di program BPMKS ke KPK, tetapi seperti kita ketahui bersama, puluhan ribu laporan masyarakat di KPK menumpuk menunggu antrian bertahun – tahun untuk mulai diusut.


Korupsi mantan Walikota Solo Joko Widodo yang menjadi catatan hitam adalah korupsi Jokowi pada proyek VIDEOTRON Manahan Solo pada 2008.


Keterlibatan Walikota Solo Jokowi pada pengadaan pembangunan sarana Reklame Videotron di pertigaan Gelanggang Olah Raga (GOR) Manahan Solo, dimulai dari perintah atau disposisi Walikota Jokowi kepada Budi Suharto Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Solo pada Desember 2008.


Perintah atau disposisi Walikota Solo Jokowi kepada Budi Suharta Kadispenda itu pada intinya adalah untuk memberikan pekerjaan pemasangan reklame videotron itu kepada PT. Loka Niaga Adipermata.


Penetapan lokasi dan kelayakan (Feasibility Study) pemasangan reklame videotron itu sebelumnya sudah dilakukan oleh CV. Tika Martindo dengan sumber anggaran APBD sebesar Rp. 90 juta. Penetapan CV. Tika Matindo sebagai pelaksana studi kelayakan dilakukan tanpa lelang. Penunjukan langsung oleh Kadispenda atas perintah Walikota Solo Jokowi.


Setelah studi kelayakan penetapan lokasi pemasangan sarana reklame videotron selesai dilakukan, yakni direkomendasikan di pertigaan GOR Manahah, PT. Loka Niaga Adipermata mengirim surat kepada Walikota Solo, pada tanggal 15 Desember 2008.


Surat PT. Loka Niaga Adipermata kepada Walikota, diteruskan Jokowi kepada Kadipenda Solo Budi Suharta dengan disposisi “Diajukan segera sebagai peserta lelang terdaftar”.Disposisi Walikota Jokowi itu kemudian dituangkan dalam surat jawaban Kadispenda kepada PT. Loka Niaga Adiperdana pada tanggal 19 Desember 2008.


Pada tanggal 22 Desember 2008 atau 3 hari setelah surat Kadispenda Solo kepada PT. Loka Niaga Adiperdana diterbitkan, Dispenda Solo mengirim surat undangan kepada perusahaan – perusahaan biro iklan rekanan terdaftar Pemkot Solo untuk menghadiri penjelasan lelang pengadaan Baliho, Bando, Billboard, dan lainnya, yang akan dilaksanakan pada 23 Desember 2008 atau hanya satu hari terhitung sejak surat undangan penjelasan lelang disampaikan.


Pada tanggal 23 Desember 2008 dilakukan penjelasan lelang di Kantor Dispenda Solo yang dihadiri beberapa perusahaan biro iklan rekanan pemkot Solo. Namun, semua biro iklan yang hadir dalam penjelasan lelang di kantor Dispenda Solo itu tidak ada yang mengetahui bahwa pemkot Solo juga sedang melelang pengadaan sarana reklame videotron, kecuali PT. Loka Niaga Adiperdana.


Pada 24 Desember 08, sekitar pukul 14.00 WIB digelar rapat di ruang lantai 2 kantor Dispenda, dipimpin langsung Kadispenda Solo Budi Suharto. Hadir pada rapat itu antara lain Budi Ismoyo (PT Jarum), Wardani ( DKP), Aroni (DTT), Singgih ( Kantor Aset) & Yosca H (DLLAJ Solo).


Rapat tanggal 24 Desember 2008 di lantai 2 Dispenda Solo itu ditetapkan para pemenang lelang sesuai dengan arahan Walikota Jokowi kepada Kadispenda. Khusus untuk paket pengadaan sarana reklame videotron senilai Rp. 4 miliar diserahkan kepada PT. Loka Niaga Adiperdana yang merupakan satu-satunya perusahaan biro iklan yang mengetahui informasi lelang dan juga merupakan satu-satunya biro iklan yang mendapat undangan untuk mengikuti lelang paket pengadaan videotron pemkot Solo.


Kejaksaan Negeri (Kejari) Solo sudah mengusut korupsi videotron ini, namun perkembangan penyelidikan dan penyidikannya macet total. Padahal, Kejari Solo sudah menemukan bukti korupsi di antaranya temuan bahwa CV. Tika Martindo pelaksana studi kelayakan adalah perusahaan fiktif yang tidak diketahui alamat dan keberadaaanya.


Di samping itu, Kejari Solo juga sudah menetapkan Budi Suharta sebagai tersangka, namun tiba – tiba status tersangka korupsi Budi Suharta dicabut kembali tanpa dasar dan alasan yang jelas.


Padahal penetapan tersangka terhadap Budi Suharta dan pejabat – pejabat Dispenda Solo serta direktur PT. Loka Niaga Adiperdana akan menguak keterlibatan Jokowi dalam korupsi serta akan menyeret mantan walikota Solo yang kini adalah capres PDIP sebagai tersangka korupsi videotron Manahan Solo.


Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) Jokowi pada proyek pengadaaan videotron Manahan Solo ini sebenarnya sangat mudah dibuktikan, namun sayangnya ada intervensi ‘tangan sakti’ kepada Kejari Solo dan penyidik. KPK diharapkan segera masuk mengambilalih kasus korupsi Jokowi yang sudah terkatung – katung penuntasannya selama 4 tahun.


Saat ini nasib Jokowi terancam. Penetapan dua staf Dinas Perhubungan DKI Jakarta Drajat Adyaksa Sekretaris Dishub DKI Jakarta dan Setyo Tuhu Ketua Panitia Lelang Pengadaan Barang dan Jasa Dishub DKI, sebagai tersangka korupsi pengadaan Bus Trans Jakarta Reguler dan Non Reguler oleh Kejaksaan Agung akan menjadi titik balik masa depan Jokowi. Hanya tinggal menunggu waktu Jokowi dan sahabat karib, mantan ketua tim suksesnya Michael Bimo Putranto untuk ditetapkan sebagai tersangka korupsi Rp. 1.5 triliun itu.


Pengakuan Jokowi Gubernur DKI Jakarta bahwa dirinya tidak mengenal pengusaha Michael Bimo Putranto otak korupsi Rp. 1.5 triliun di Dinas Perhubungan DKI Jakarta makin membuktikan Jokowi adalah seorang pembohong besar dan munafik. Semua orang mengetahui Jokowi dekat sekali dengan Bimo Putranto. Orang - orang dekat Jokowi memanggil Michael Bimo Putranto ini dengan sebutan "Bos Besar". Bimo selain adalah 'kasir atau ATM' bagi Jokowi, juga merupakan patner Jokowi dalam dugaan korupsi dana Hibah Koni yang merugikan negara Rp. 5 miliar pada APBD Solo tahun 2009 lalu.

Jokowi dapat berbohong pada semua orang dan pada suatu waktu, tetapi dia tidak dapat membohongi semua orang dan selama - lamanya. Sepandai - pandainya tupai melompat, sekali waktu akan jatuh juga. (Sumber LAMPUNGONLINE.com - )


Read More

Selasa, 25 November 2014

Pro-kontra tentang kenaikan harga BBM



Pro-kontra tentang kenaikan harga BBM masih berlangsung. Saya ingin membantu menjelaskan.

Begini: Pemerintahan baru naik. Rapat kabinet pertama. Presiden menyampaikan program-programnya yang perlu diwujudkan para menteri. Singkatnya, setelah program-program itu dibahas bersama para menteri, ketemulah biaya yang dibutuhkan. Kita contohkan saja: Rp10 juta.

Semua program yang disampaikan presiden itu akan terlaksana bila ada duit sebesar itu. Maka, presiden beserta jajarannya berkonsultasi dengan menteri keuangan. Intinya: Kita punya duit berapa sih? Di kas Negara ada duit berapa?

Duit di kas Negara itu berasal dari tiga sumber: Pertama, pendapatan dari pajak. Kedua setoran-setoran BUMN. Ketiga: Pinjaman luar negeri. Yang belakangan ini kita abaikan dulu.

Setelah diperiksa, ternyata di kas Negara cuma ada duit Rp5 juta, alias kurang lima juta lagi. Maka, ada dua pilihan. Pertama, mencoret sebagian program-program yang telah disampaikan. Kedua, menaikkan proyeksi pendapatan Negara menjadi Rp10 juta atau lebih.

Bila pilihan pertama yang diambil, timbul masalah. Program-program itu kan yang dijanjikan kepada rakyat selama kampanye? Dan rakyat memilih mereka antara lain karena program-program itu: Kartu pintar, kartu sehat, beli drone, beli satelit, bikin tol laut, dan seperti anda tau. Bila sebagian program-program itu dicoret, rakyat pemilih akan nagih. Ribut. Tak nyaman lah.

Bila pilihan kedua yang diambil, yakni menaikkan proyeksi kas Negara, pemerintah baru hanya bisa memilih mana yang bisa diintervensi. Tidak ada yang lain kecuali menaikkan harga-harga barang jasa yang disediakan oleh perusanaan Pemerintah. Mendorong ekspor tidak bisa diintervensi karena yang menentukan adalah pembeli di luar negeri. Pemerintah tak bisa memerintah pihak asing untuk membeli barang-barang ekspor Indonesia. Atau memerintah pembeli asing yang sudah ada untuk menambah pembeliannya.

Dan kebetulan yang paling banyak memasukkan setoran kepada kas Negara adalah Pertamina, dari hasil penjualan premium. Harga kemarin perlu dinaikkan untuk meningkatkan kas Negara menjadi 10 juta itu. Tapi masalahnya, menaikkan harga premium pun berarti mengingkari janji selama kampanye. Dan yang lebih serius, akan memicu kenaikan harga-harga barang dan jasa.

Menaikkan harga premium ada kemungkinan positifnya juga: mengurangi penyelundupan premium ke luar negeri. Karena harga premium dalam negeri murah, dijual lah keluar negeri. Praktik ini bisa dilakukan oknum, bisa juga oleh Pertamina sendiri. Pasokan dalam negeri jadi kurang. Itulah sebabnya kadang-kadang premium 'ngilang'. Tentu mereka untung besar.

Ini pelajaran bagi para pemilih. Jadilah pemilih rasional, jangan emosional. Sebab kalau anda memilih tanpa alasan rasional,hanya karena program-programnya menarik dan asyik, akibatnya akan kena ke anda juga. Mungkin pemerintah baru tidak ada niat membohongi pemilihnya. Itu  karena tidak ada pilihan saja. Sebab lain karena kurang kreatif.

Kenapa tak menaikkan pajak saja? Resikonya lumayat sulit. Pemerintah baru sedang berusaha bermanis-manis kepada para pemodal dan pengusaha untuk meningkatkan investasi, menaikkan pajak bisa merusak usaha yang sedang dibangun. Dan ingat, pemerintah baru ini bisa terpilih antara lain karena dukungan finansial sebagian mereka.

Subsidi?
Apakah meningkatkan harga premium itu berarti mencabut subsidi? Apakah harga kemarin itu harga subsidi? Bukan. Harga premium kemarin itu tak lebih dan tak kurang adalah harga premium Indonesia di dalam negeri!

Subsidi kalau, misalnya, penghasilan pertamina dari premium yang seharusnya Rp3 juta cuma dapat Rp2 juta. Lalu Pemerintah menutup kekurangan itu dengan memasukkan pendapatan dari sektor lain. Itu baru subsidi.

Pertamina telah memenuhi target setoran ke kas Negara dan tidak rugi dengan harga premium selama ini. Tidak ada subsidi. Tidak ada ‘subsidi yang dinikmati orang-orang kaya’ ataupun miskin. Pemerintah tak pernah nombokin Pertamina. Kebohongan ini harus dihentikan.

Investasi asing
Bila menaikkan pajak bukan pilihan yang mungkin, maka kerja-kerja-kerja lah menjaring investasi atau ngutang. Kalau dapat utang, ini lebih aman untuk di dalam negeri, sebab nanti yang bayar bukan rejim pemerintah, tapi negara. Bisa ditimpakan ke pemerintahan berikutnya.

Supaya investasi menarik, perizinan harus mudah, pajak harus rendah, biaya konsesi harus murah. Jadi kerja-kerja-kerja sama dengan obral-obral-obral. Tapi harap dicatat bahwa hasil dari investasi asing tak datang hari ini, atau besok, atau tahun depan, atau dua tahun yang akan datang. Tak ada satu perusahaan di dunia dan planet lain yang langsung untung.  Bahkan bila proyeknya rugi, ya gigit jari. Contoh tentang proyek gagal ini sangat banyak di Indonesia. Boro-boro menambah pemasukkan ke kas negara. SDA rusak. Pengangguran nambah. Dan lihat, investasi asing sudah menyerbu Indonesia segera setelah reformasi, toh rakyat Indonesia begini-begini aja.

Lagi pula, dalam hal investasi asing dan utang ini Pemerintah Indonesia sering dikibuli dan tak kapok-kapok. IMF, atau Bank Dunia, atau ADB, atau USAID, atau negara anu, “berkomitmen untuk memberi pinjaman sekian dolar kepada Indonesia.” Baru komitmen sudah jadi sumber kebanggaan. Sudah diberitakan dimana-mana. Diutnya belum tentu datang, dan banyak yang tak datang, tapi pemerintah Indonesia sudah duluan nurut perintah si pemberi janji. Maklum, beharap bingit agar janjinya benar-benar dipenuhi. Disuruh menswastakan sumber daya air. Nurut. Disuruh menjual BUMN itu, nurut. Disuruh nembakkin yang dianggap teroris, nurut. Setelah semua diturut, duit yang dijanjikan tak datang juga. Si pemberi janji sudah mencapai tujuan dan maksudnya, ngapain memenuhi janji. Pelajari kembali kasus lepasnya Timtim: http://kafilyamin.wordpress.com/2011/02/18/menit-menit-yang-luput-dari-catatan-sejarah-indonesia/

Bilapun investasi asing benar-benar terwujud, cukup banyak yang akal-akalannya membodohi Indonesia juga. Si investor asing tak keluar duit, atau keluar duit sedikit saja, yakni dengan hanya menyediakan dana awal untuk membentuk konsorsium antar bank-bank Indoneisa. Walhasil, proyek asing itu dibiayai oleh bank-bank Indonesia, alias sekumpulan bank kita memberi kredit kepada pemodal asing! Contoh proyek seperti ini banyak di Indonesia. Tidak pada tempatnya mengurai kasus-kasus itu di sini. Lihat: http://www.cato.org/pubs/pas/pa065.html

Atau baca: Arbitrating Foreign Investment Dispute, yang disunting Norbert Horn.  Kalau gagal, si pemodal asing sama sekali tidak rugi. Kita yang gigit jari.

Kita, rakyat, kalau pun tidak cerdas-cerdas amat, tidak ingin dikibuli pemerintah sendiri ataupun asing.


 


Read More

Jumat, 14 November 2014

KIDUNG ASMARA PRABOWO SUBIANTO




"Saya sangat cinta dengan NKRI, saya takut melanggar konstitusi"

Kurang lebih, dua hal itulah yang sering kudengar langsung dari bibir pak Prabowo Subianto jika sedang menanyakan banyak hal. Dua hal yang selalu berulang-ulang dan menjadi ujung semua diskusi. Baik perihal konsep kenegaraan, politik, ekonomi, isyu-isyu, fitnah hingga perihal perjalanan asmara dalam kehidupannya.

JIkalau bukan perihal asmara--tentu mudah untuk menerimanya. Namun untuk yang satu ini, tak mudah untuk mencernanya. Bagaimana mungkin "cinta NKRI" dan "taat konstitusi" menjadi ujung kisah-kisah asmaranya?

Boleh kita cek saat usai pendidikan di Akabri, beliau putus hubungan dengan kekasih pertamanya gara-gara keseringan tugas masuk hutan belantara dan kelupaan apel malem minggu.

Bahkan dalam sebuah berita, pak Hasyim Djojohadikusumo pernah mengungkapkan jika kakaknya terlalu sering memilih bertiarap dalam parit dengan pasukannya saat berperang, keluar masuk hutan, mencicipi air dari sumur-sumur penduduk seantero nusantara hingga tiduran terlentang di tanah menatap bintang-bintang daripada tinggal dalam "sangkar emas" dengan istrinya--bu Titiek.

Padahal dulu untuk menikahi bu Titiek, perjuangan Prabowo tak mudah. Bapaknya terkenal sangat "kontra" Soeharto hingga saat sebelum mengenalkan ke bapaknya, dibawanya terlebih dahulu bu Titiek ke neneknya. Sempat neneknya tidak tahu bahwa bu Titiek adalah anak Soeharto. Yang Neneknya tahu, gadis yang dikenalkan Prabowo ini adalah anak "kuliahan" di Yogya yang cantik dan sangat lembut dengan tutur kata yang sangat halus dan sopan.

Bahkan usai "kejadian" di teras rumah Cendana--beliau pun tak terlihat minat untuk mencari pendamping lain. Sampai-sampai muncul berbagai isyu tak mengenakan perihal ini.

Salah satunya dari wikileak (2006) yang menyatakan Prabowo sering ke Thailand dan menyembunyikan kekasihnya disana. Bahkan dituduh mempersiapkan usaha/bisnis untuknya. Hadeh, padahal dulu pak Prabowo ke Thailand hanya sedang mengurus kuda-kuda peliharaaannya dan study banding untuk perkuatan tim nasional Polo berkudanya.

link --> http://www.wikileaks.org/plusd/cables/06JAKARTA8261_a.html

Ya, jangankan anda--saya pun bertanya-tanya, kekuatan apa yang membuat pak Prabowo begitu menikmati kesendiriannya. Cinta NKRI? Hmm...

Padahal kalau sekedar pendamping, perempuan mana sih yang menolak "ksatria" model beliau? Bukti nyatanya saat mendadak di Bukit Hambalang 29/10/2014), kediamannya di datangi ibu-ibu fans beratnya dengan membawa aneka macam makanan dan cemilan sensiri untuk selamatan hari ulang tahunnya.

Tidak usah dijelaskan bagaimana para ibu-ibu ini histeris saat Prabowo mendemonstrasikan kelihaiannya menunggang kuda dansa, belum lagi kehebohan saat berfoto ria dengan beliau sampai-sampai beliau kikuk dan berkata dengan nada bertanya "haduh, ada yang marah nggak nih?" saat para ibu-ibu ini nempel mepet-mepet seakan-akan tak mau kehilangan momen istimewa ini.

Bahkan yang paling membuat geleng-geleng kepala adalah munculnya aneka macam "tongsis" yang bersliweran dibawa ibu-ibu ini. Sampai saya sendiri kesusahan mengabadikan gambar beliau yang kebetulan berkumpul dengan para petinggi KMP seperti Amien Rais, Anis Matta, Hatta Rajasa, Aburizal Bakrie, Satya Novanto dan lain sebagainya karena lensa kamera terhalangi "senjata" narsis ibu-ibu ini.

Nah, untung saja saya teringat acara "banawa sekar" (bahtera bunga)--sebuah tradisi Majapahit yang digalakkan kembali oleh Cak Nun (Emha Ainun Nadjib) untuk mengembalikan kembali kejayaan Nusantara. Sholawat dan doa teriring di acara sarasehan “Majapahit adalah masa depan Indonesia” di Pendopo Agung Trowulan (27/5/2014) tersebut.

Dalam acara yang dulu diinisiasi oleh Mpu Tanakung, seorang pujangga kerajaan Majapahit untuk mengingatkan rakyat akan kondisi Kerajaannya yang makin terpuruk karena "kelakuan" para elitnya yang hanya mengejar kekuasaaan dan kemewahan semata sehingga lupa kepda perjuangan para "founding father"-nya. Serta ketidak pekaan dengan bahaya ideologi asing yang mengancam kerajaan.

Nah, kembali lagi ke kisah Mpu Tanakung ini, saat tak sengaja mencari-cari karya sastranya--betapa terkejut. Ada sebuah bait yang isinya menjawab semua pertanyaan dasarku tentang hubungan asmara Prabowo dengan "Cinta NKRI" ini. Ternyata, jauh sebelum Prabowo, di era Majapahit telah ada sosok yang mirip dan sangat tergambarkan kemiripan karakternya. Bait yang tertuang dalam kitab "Kakawin Wrettasancaya" ini tertulis:

"Nimitangsu yan layat anigal sang ahayu nguni ring tilam, datan lali si langening sayana, saka ring harepku laliya anggurit lango."

Artinya:

“Aku meninggalkan Jelitaku dahulu di peraduan, bukan karena aku lupa indahnya peraduan asmara, namun karena hasratku yang tak tertahankan untuk melukiskan keindahan tanah air”

(Mpu Tanakung)

Ah! ternyata...
Read More

Rabu, 12 November 2014

PERBEDAAN ARTI "INVESTASI ASING" DIMATA JOKOWI & PRABOWO





Tentu kita sudah mengetahui pidato Jokowi di forum Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) CEO Summit 2014 di Beijing, Tiongkok, Senin (10/11/2014) kemarin.

Salam kesempatan ini, saya tidak ingin membahas hal yang remeh temeh seperti bahasa Inggris Jokowi atau baju resmi perhelatan ini yang ala 'Star Trek'. Kali ini saya ingin sedikit berbagi esensi pidato Jokowi yang menjadi garis kebijakannya dalam mempimpin negara ini.

Jujur saja, dugaan saya terbukti. Ada perbedaan pandangan perihal kata INVESTASI antara Jokowi dan Prabowo Subianto .

Menurut Prabowo, dalam membangun infrastruktur Indonesia--cara pembiayaan dan pendanaannya dari negara sendiri, diutamakan dari menyelamatkan kebocoran 1000 Triyun/pertahun dan kedua melalui "strategi dorongan besar" nya untuk makin "memperkaya" rakyat Indonesia.

Untuk cara pertama saja, jika bisa menyelamatkan 500 Trilyun dalam tahun pertama, maka bisa dibangun insfratruktur sbb:

a. Pembangunan Jalan Tol Jakarta - Surabaya; Biaya sampai selesai: Rp. 150 triliun
b. Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera; Biaya sampai selesai: Rp. 129 triliun
c. Pembangunan Kereta Api Trans Sumatera; Biaya sampai selesai: Rp. 65 triliun
d. Pembangunan Kereta Api Trans Sulawesi; Biaya sampai selesai: Rp. 30 triliun
e. Pembangunan Kawasan Pangan 1 Juta Hektar Untuk Produksi 15 Juta Ton Padi per Tahun; Biaya sampai selesai: Rp. 50 Triliun
f. Percepatan Pembangunan Desa Minimal Rp. 1 Milyar per Desa per Tahun; Biaya: Rp. 81 Triliun

Selengkapnya, bisa dibaca di status beliau disini--> https://www.facebook.com/PrabowoSubianto/photos/a.60019411178.82664.23383061178/10151946695586179/?type=1&theater

Sedangkan investasi asing--bagi Prabowo adalah opsi tambahan atau bahkan bisa dibilang terakhir. Karena jelas dalam berbagai statement dari media mau pun debat capres--Prabowo tidak menolak investasi asing, Namun prabowo minta kata "investasi" itu harus benar-benar "investasi".

Artinya: negara asing MEMBAWA DUIT saat datang ke Indonesia.

Negara asing harus benar-benar datang sebagai MITRA, bukan mencari buruh dengan harga 'kompetitif" alias murah.

Uang yang mereka bawa pun untuk membiayai pembagunan infratruktur dengan sistem B-O-T atau "Build - Operate - Transfer".

Maksudnya adalah investor asing tersebut membangun dengan uangnya sendiri, lalu mengoperasikan dengan sistem pembagian tertentu--sesuai kesulitannya saat pembangunan. Jadi bisa 70:30, 50:50 atau malah 30:70. Lalu pada tahun tertentu yang disepakati, contohnya 25 atau 30 tahun maka infrastruktur tersebut jadi full 100% milik bangsa Indonesia.

Nah, bagaimana dengan pemerintahan JKW-JK ini?

Merujuk pada statement debat capres, media dan pidato di forum CEO APEC--dapat kita simpulkan sebagai berikut:

1. Terjadi inkosisten dalam statement, khususnya saat debat capres. Dalam acara tersebut--JKW-JK menyatakan akan mempermudah investasi lokal dan "mempersulit" investasi asing. Namun nyatanya, dalam pidato di forum APEC--Jokowi malah mengundang bahkan mempermudah "investor asing" ala Jokowi ini.

Padahal, tanpa diundang pun--Indonesia sudah sanggat menggoda asing untuk mendapatkan nikmatnya SDA surga di bumi yang bernama Nusantara (baca: Indonesia) ini. kalau tidak menarik, buat apa VOC (Belanda) dan Jepang betah berlama-lama di Indonesia? Belanda sampai 350 tahun loh.

2. Kata "investasi asing" tersebut sangat ambigu. Boleh dicek disemua media yang membahas program pencabutan subsidi BBM yang akan dilakukan JKW-JK. Disana disampaikan bahwa subsidi 300 s/d 700 triyun tersebut bukan hanya untuk pendidikan, pertanian, perikanan namun juga untuk membangun infrastruktur. Infrastruktur yang dipaparkan dalam slide presentasi di forum APEC.

Artinya, "investor asing" yang datang ke Indonesia nanti akan memakai biaya pencabutan subsidi BBM. Atau bahasa kasarnya, "investor" tersebut sebenarnya adalah sekedar 'KONTRAKTOR" saja. Nggak bawa duit. Bahkan berkesan sekedar bancakan pencabutan subsidi BBM saja.

Kalau sekedar kontraktor, kenapa harus BUMN dari RRC atau negara lainnya? Bukannya soal teknik sipil, Indonesia adalah dedengkot-nya?

Coba cek nama Ir. Tjokorda Raka Sukawati. Seorang insinyur asli Indonesia kelahiran Bali yang menemukan sistem konstruksi hidrolik Sosrobahu dan angka ajaib hitungan 78.05 Kg/cm2. Sebuah angka koefisien menjadi patokan insinyur sipil di seluruh dunia. Tidak terkecuali Amerika.

Belum lagi bidang pertambangan pesawat, otomotif, elektro hingga IT. Ada berapa banyak kampus negeri/swasta yang membuka fakultas ini? Sejak berapa tahun berdiri? Berapa banyak lulusannya? Dan berapa banyak BUMN nasional yang terbukti mumpuni dibidangnya masing-masing.

Walau khusus bidang IT, saya tidak yakin bisa bikin program 2 minggu selesai--namun sebagai salah satu insan IT dan telekomunikasi, saya tidak pernah kekurangan sahabat yang sangat luar biasa kecakapannya dibidang ini. Bahkan dibandingkan kawan-kawan expatriat sekali pun.

Kurang lebih begitu tanggapan saya. Sedikit saya kutip pidato Prabowo di Gelora 10 November, Surabaya tentang Negara Asing:

"Saya ingin jadi sahabatmu. Saya ingin jadi mitramu. Tapi jika kau ingin kami jadi KACUNG-mu, saya katakan TIDAK!!!"

video: https://www.youtube.com/watch?v=uDg1nsViIp8

Sekian, selamat pagi dan tetap MERDEKA!
Read More

Bagikan