"Saya sangat cinta dengan NKRI, saya takut melanggar konstitusi"
Kurang lebih, dua hal itulah yang sering kudengar langsung dari bibir pak Prabowo Subianto jika sedang menanyakan banyak hal. Dua hal yang selalu berulang-ulang dan menjadi ujung semua diskusi. Baik perihal konsep kenegaraan, politik, ekonomi, isyu-isyu, fitnah hingga perihal perjalanan asmara dalam kehidupannya.
JIkalau bukan perihal asmara--tentu mudah untuk menerimanya. Namun untuk yang satu ini, tak mudah untuk mencernanya. Bagaimana mungkin "cinta NKRI" dan "taat konstitusi" menjadi ujung kisah-kisah asmaranya?
Boleh kita cek saat usai pendidikan di Akabri, beliau putus hubungan dengan kekasih pertamanya gara-gara keseringan tugas masuk hutan belantara dan kelupaan apel malem minggu.
Bahkan dalam sebuah berita, pak Hasyim Djojohadikusumo pernah mengungkapkan jika kakaknya terlalu sering memilih bertiarap dalam parit dengan pasukannya saat berperang, keluar masuk hutan, mencicipi air dari sumur-sumur penduduk seantero nusantara hingga tiduran terlentang di tanah menatap bintang-bintang daripada tinggal dalam "sangkar emas" dengan istrinya--bu Titiek.
Padahal dulu untuk menikahi bu Titiek, perjuangan Prabowo tak mudah. Bapaknya terkenal sangat "kontra" Soeharto hingga saat sebelum mengenalkan ke bapaknya, dibawanya terlebih dahulu bu Titiek ke neneknya. Sempat neneknya tidak tahu bahwa bu Titiek adalah anak Soeharto. Yang Neneknya tahu, gadis yang dikenalkan Prabowo ini adalah anak "kuliahan" di Yogya yang cantik dan sangat lembut dengan tutur kata yang sangat halus dan sopan.
Bahkan usai "kejadian" di teras rumah Cendana--beliau pun tak terlihat minat untuk mencari pendamping lain. Sampai-sampai muncul berbagai isyu tak mengenakan perihal ini.
Salah satunya dari wikileak (2006) yang menyatakan Prabowo sering ke Thailand dan menyembunyikan kekasihnya disana. Bahkan dituduh mempersiapkan usaha/bisnis untuknya. Hadeh, padahal dulu pak Prabowo ke Thailand hanya sedang mengurus kuda-kuda peliharaaannya dan study banding untuk perkuatan tim nasional Polo berkudanya.
link --> http://www.wikileaks.org/
Ya, jangankan anda--saya pun bertanya-tanya, kekuatan apa yang membuat pak Prabowo begitu menikmati kesendiriannya. Cinta NKRI? Hmm...
Padahal kalau sekedar pendamping, perempuan mana sih yang menolak "ksatria" model beliau? Bukti nyatanya saat mendadak di Bukit Hambalang 29/10/2014), kediamannya di datangi ibu-ibu fans beratnya dengan membawa aneka macam makanan dan cemilan sensiri untuk selamatan hari ulang tahunnya.
Tidak usah dijelaskan bagaimana para ibu-ibu ini histeris saat Prabowo mendemonstrasikan kelihaiannya menunggang kuda dansa, belum lagi kehebohan saat berfoto ria dengan beliau sampai-sampai beliau kikuk dan berkata dengan nada bertanya "haduh, ada yang marah nggak nih?" saat para ibu-ibu ini nempel mepet-mepet seakan-akan tak mau kehilangan momen istimewa ini.
Bahkan yang paling membuat geleng-geleng kepala adalah munculnya aneka macam "tongsis" yang bersliweran dibawa ibu-ibu ini. Sampai saya sendiri kesusahan mengabadikan gambar beliau yang kebetulan berkumpul dengan para petinggi KMP seperti Amien Rais, Anis Matta, Hatta Rajasa, Aburizal Bakrie, Satya Novanto dan lain sebagainya karena lensa kamera terhalangi "senjata" narsis ibu-ibu ini.
Nah, untung saja saya teringat acara "banawa sekar" (bahtera bunga)--sebuah tradisi Majapahit yang digalakkan kembali oleh Cak Nun (Emha Ainun Nadjib) untuk mengembalikan kembali kejayaan Nusantara. Sholawat dan doa teriring di acara sarasehan “Majapahit adalah masa depan Indonesia” di Pendopo Agung Trowulan (27/5/2014) tersebut.
Dalam acara yang dulu diinisiasi oleh Mpu Tanakung, seorang pujangga kerajaan Majapahit untuk mengingatkan rakyat akan kondisi Kerajaannya yang makin terpuruk karena "kelakuan" para elitnya yang hanya mengejar kekuasaaan dan kemewahan semata sehingga lupa kepda perjuangan para "founding father"-nya. Serta ketidak pekaan dengan bahaya ideologi asing yang mengancam kerajaan.
Nah, kembali lagi ke kisah Mpu Tanakung ini, saat tak sengaja mencari-cari karya sastranya--betapa terkejut. Ada sebuah bait yang isinya menjawab semua pertanyaan dasarku tentang hubungan asmara Prabowo dengan "Cinta NKRI" ini. Ternyata, jauh sebelum Prabowo, di era Majapahit telah ada sosok yang mirip dan sangat tergambarkan kemiripan karakternya. Bait yang tertuang dalam kitab "Kakawin Wrettasancaya" ini tertulis:
"Nimitangsu yan layat anigal sang ahayu nguni ring tilam, datan lali si langening sayana, saka ring harepku laliya anggurit lango."
Artinya:
“Aku meninggalkan Jelitaku dahulu di peraduan, bukan karena aku lupa indahnya peraduan asmara, namun karena hasratku yang tak tertahankan untuk melukiskan keindahan tanah air”
(Mpu Tanakung)
Ah! ternyata...
Tidak ada komentar :
Posting Komentar