NAVIGASI

Kamis, 28 Agustus 2014

Kebohongan Jokowi tentang kasus bus way trans jakarta terbongkar


Ahok Bongkar Kebohongan Jokowi tentang kasus bus way trans jakarta

Pada saat Jokowi berkunjung 12 Juni 2014 ke Pondok Pesantren Bustanul Ulum di Kelurahan Sumelan Kecamatan Tamansari Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Jokowi membuat pernyataan bahwa Jokowi telah menyerahkan beberapa dokumen yang berisi kasus manipulasi dan korupsi pembelian Bus TransJakarta kepada KPK.

Pada kenyataannya, PLT (Pelaksana Tugas) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memastikan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta nonaktif belum pernah melaporkan apalagi menyerahkan beberapa dokumen kasus manipulasi dan korupsi pembelian pengadaan Bus TransJakarta kepada KPK.

Dari pengakuan Ahok, Pemprov DKI Jakarta belum pernah mengeluarkan surat resmi kepada KPK yang berkaitan dengan kasus Bus TransJakarta dengan mengatakan : “Pak Jokowi enggak pernah lapor ke KPK (kasus Bus Tj), enggak ada surat resmi” kata Ahok di Balaikota Jakarta pada hari Rabu 25 Juni 2014.

Ketika ditanya kepada KPK untuk konfirmasi, Juru bicara KPK Johan Budi menegaskan bahwa Gubernur DKI Jakarta Non Aktif Joko Widodo (Jokowi), tidak pernah melaporkan dan menyampaikan dokumen tentang dugaan adanya manipulasi dan korupsi pengadaan Bus TransJakarta. Kata Johan Budi “Tidak pernah melaporkan !” Tandasnya pada hari Selasa 17 Juni 2014.

Dalam kasus dugaan manipulasi pengadaan Bus TransJakarta Kejagung RI telah menetapkan mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan bus TransJakarta dan BKTB pada Dinas Perhubungan DKI Jakarta tahun 2013.
Sebagai informasi tambahan, bus tersebut diimpor dari pabrikan Bus di China diantaranya : Cina Yutong Bus, Cina Ankai, Cina BCI Bus , Cina
Zhongthong Bus. Type TJ berjumlah = 130 unit, per unit seharga rata-rata Rp. 3,624 M di China hanya seharga ±Rp. 1 M, Bus single = 178 unit per unit seharga rata-rata Rp. 1,7 M di China hanya seharga ±Rp. 750 juta, Bus Medium BKTB = 414 unit per unit seharga rata-rata Rp. 788 Juta, di China Cuma seharga ±Rp. 400 juta. Hampir semua type bus bermasalah dengan karatan dan mesin serta bodi bus yang tidak baru. Total proyek importasi bus Transjakarta tersebut sebesar Rp. 1,7 Triliun. (Koran tempo)

Adanya hubungan sangat dekat Jokowi dengan Michael Bimo Putranto yang terkait dengan kasus Korupsi pengadaan bus TransJakarta, sampai kini Jokowi masih mengatakan tidak mengenal sosok Michael Bimo Putranto dengan mengatakan : “Saya TIDAK KENAL Michael Bimo Putranto.

Banyak orang ngaku2 kenal saya”. Padahal, Bimo Putranto sendiri mengatakan bahwa Jokowi merupakan rekannya sewaktu di Jawa Tengah bahkan Jokowi dan Michael Bimo Putranto sama-sama menjabat sebagai Wakil Ketua dalam kepengurusan DPD PDIP Jawa Tengah periode 2005-2010.

Selanjutnya Michael Bimo Putranto mengatakan bahwa dirinya sebagai Ketua Timses Jokowi dan sebagai rekanan utama berbagai proyek Pemda di Solo. Begitu juga pengakuan Puan Maharani dan Tjahyo Kumolo juga seperti Jokowi menyatakan tidak mengenal sosok bernama Michael Bimo Putranto.

Ada apa dengan mereka semua para petinggi PDIP khususnya Jokowi sang calon presiden yang tidak mengakui Michael Bimo Putranto ??? (merdeka.com). Mengertikah Jokowi dengan jargonnya “Revolusi Mental” ? Revolusi yang bagaimana yang dimaksudkan, kalau budaya kemunafikan yang selalu mengemuka.

Dari kenyataan diatas, ternyata Jokowi yang dibesar-besarkan, digembar-gemborkan, digadang-gadang sebagai sosok pemimpin daerah yang beritegrasi dan anti korupsi serta paham tertib administrasi dengan segala macam predikat paham e-Manajemen, e-Akunting, e-Budgetting, e-segalanya, ternyata adalah bohong besar dan seluruh rakyat sekarang terbelenggu dengan pencitraan Jokowi yang penuh dengan kepalsuan yang nyata.

Terbukti dalam kinerja Pemprov DKI Jakarta selama dipegang Jokowi menunjukkan kelemahan manajemen serta nilai kepemimpinan Jokowi yang sangat lemah dan tidak berwibawa karena para bawahannya serta para Kepala Dinas tidak menjalankan apa yang Jokowi katakan.

Berdasarkan kenyataan diatas, sekarang Jokowi dicalonkan sebagai Presiden RI yang akan melaksanakan tugas dalam wilayah yang sangat luas NKRI, apakah Jokowi mampu ? dibandingkan dengan kenyataan ketidak mampuan Jokowi memimpin DKI Jakarta. Lucunya Jokowi didukung pula oleh orang-orang berpaham sekuleralisme dan liberalisme, Kapitalisme yang selama ini kita kenal melalui keterkenalan mereka di media TV yang membuat penilaian kita menjadi tersungkur terhadap orang-orang seperti itu. Pastilah kedepan jika orang seperti ini tampil, Indonesia akan stagnan dan tidak akan maju yang bisa bersaing minimal dengan berbagai Negara terdekat.

Dengan adanya ancaman asing dari luar negeri terhadap Pilpres Indonesia pada 9 Juli 2014 terhadap Prabowo Subianto berdasarkan Survai Deutsche Bank (Tribunnews.com) yang dilaporkan pada 9 Juni 2014 menunjukkan, jika dalam pilpres nanti pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa memenangkan pemilu, 56 persen dari investor yang disurvei mengaku akan menjual aset Indonesia. Sementara itu ada 13 persen yang akan membeli aset di Indonesia. Sedangkan jika pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla menang, sebanyak 74 persen investor yang disurvei akan membeli aset Indonesia. Sedangkan 6 persen yang lain akan menjual asetnya.

Dalam laporannya Deutsche Bank juga mengatakan, kepemimpinan pemerintahan Indonesia berikutnya akan menentukan keputusan investasi di Indonesia. Hal itu disetujui 87 persen dari 70 investor yang disurvei pada Mei 2014 sampai Juni 2014 lalu.

Dari ancaman asing ini, menujukkan secara nyata bagi kita bahwa Jokowi adalah murni sebagai calon Presiden boneka dan kacung kekuatan kapitalis asing. Kita tidak akan mungkin mendengarkan dari Jokowi keberanian untuk mengatakan dengan tegas “Kami bangsa Indonesia tidak akan mau menjadi kacungnya bangsa asing”. Apalagi Jokowi sejak 2012 sudah disetting untuk diorbitkan sebagai capres dengan penuh rekayasa pembentukan citra popularitas Jokowi dengan blusukan dan pemerhati rakyat kecil bahwa dialah yang paling berhasil mensolusi DKI Jakarta. Makanya banyak pembenahan DKI Jakarta bersifat kosmetik yang dipaksakan untuk pencitraan Jokowi yang sangat palsu.

Seluruh rakyat Indonesia bisa menyatakan perlawanannya kepada kekuatan asing serta perlawanannya kepada kelompok sekularisme, kapitalisme, neo-komunisme, neo-zionisme, neo-liberalisme, neo-amoralisme yang ada didalam negeri dengan memilih Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pasangan No.1 agar bisa menjadi Presiden RI pada era kepemimpinan 2014-2019. Apalagi Pemilu capres dilaksanakan pada bulan Ramadhan 1435 H (9 Juli 2014) dimana seluruh ummat Islam Indonesia melaksanakan jihad dalam melawan godaan setan dan hawa nafsu. (Abah Pitung)

Tidak ada komentar :

Bagikan