Budayawan, Emha Ainun Nadjib atau biasa disapa Cak Nun mengatakan sistim yang ada di Indonesia saat ini (demokrasi langsung) belum memungkinkan bagi rakyat untuk mendapatkan pemimpin yang sebenarnya sesuai keinginan rakyat. Hal itu dikarenakan proses pemilihan presiden yang ada hanya memberikan pilihan secara terbatas. Dimana rakyat hanya dapat memilih pemimpin yang dipilihkan oleh partai peserta pemilu saja.
"Regulasi kita sekarang ini serba tidak karuan. Misalnya saja aturan tentang menteri yang harus mengundurkan diri (jika mencalonkan diri sebagai presiden) sementara kalau gubernur boleh cuti," kata Emha Ainun Najib atau Cak Nun dalam acara "Tamansari Art Festifal" bertema Indonesia Tamansari Dunia bertempat di Plasa Tamansari Yogyakarta, Kamis (24/07/2014) malam.
Selain itu ia juga mencontohkan persoalan terkait pengumuman hasil pilpres lalu secara quickcount. "Dalam pertandingan tinju itu kan mestinya wasit yang mengumumkan pemenang. Tapi kalau kita kan semua pemain juga ikut-ikutan mengumumkan. Dan pengumuman iti dilakukan sebelum pertandingan usai. Kan lucu," katanya.
Lebih lanjut ia juga menilai kekeliruan sistim negara yang dianut Indonesia. Dimana menyamakan kedudukan antara kepala negara dan kepala pemerintahan. Padahal menurut Cak Nun, secara substantif keduanya merupakan hal yang jauh berbeda.
"Di Inggris itu jelas. Kepala negara ya ratu Ingris. Sedang kepala pemerintahan itu perdana mentri. Begitu juga dengan Hayam Wuruk yang berlaku sebagai pembuat kebijakan (kepala negara) sedang Gadjah Mada sebagai pelaksana pemerintahan," katanya.
Namun dikatakan, di Indonesia presiden dianggap sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu membuat lembaga negara seperti KPK, MK dsb dilantik oleh presiden. "Harusnya yang melantik KPK itu kan kepala negara. Bukan presiden. Presiden itu kan kepala pemerintahan. Yang mestinya diawasi oleh KPK. Masak yang diawasi malah melantik yang mengawasi. Kan aneh," katanya.
Sementara itu, putra Cak Nun, Sabrang atau dikenal Noe Letto menyebut dalam logika penguasaan, proses penjajahan awalnya dulu dimulai dengan cara kekerasan. Namun saat ini penjajahan model baru dilajukan dengan cara yang lebih halus dimana orang yang dijajah dibuat tidak tahu kalau sedang dijajah.
"Hal itu dilakukan dengan menguasai dan merubah ketentuan atau peraturan yang ada. Dalam hal ini merubah Undang-Undang. Karena dalam strategi perang Tzun Tzu itu kan siapa yang menang harus menguasai peraturan perang," katanya.
Dengan hal itulah dikatakan rakyat Indonesia menjadi tidak bisa berbuat banyak ketika orang lain secara jelas mencuri kekayaan Indonesia.
"Dengan merubah peraturan maka orang yang mencuri tidak bisa dituntut karena sesuai undang-undang itu kan bukan pencurian, sehingga halal. Itu karena ukurannya hanya berdasarkan undang undang. Kalau Undang-Undang menyatakan boleh ya maka boleh," katanya.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar