Mayoritas suara Pilpres 2014 di Bumi Cenderawasih mengalir ke Joko Widodo alias Jokowi. Di Provinsi Papua, Jokowi menang telak dengan perolehan suara 72,49 persen, sementara di Provinsi Papua Barat unggul dari Prabowo Subianto dengan mendapat 67,63 persen suara.
Belakangan terbongkar soal strategi Jokowi mendulang kemenangan di Papua. Salah satu strateginya adalah menandatangani kontrak politik terkait operasi Freeport, perusahaan tambang asal Amerika Serikat di Papua.
"Jokowi janji akan memindahkan smelter Freeport ke salah satu kota di Papua, tapi belum tahu akan dibuat di kota mana. Pekerja (Freeport) rekam pembicaraan mereka dengan Jokowi," ujar seorang sumber kepada redaksi rmol tadi malam (Kamis, 25/7).
Freeport berencana akan PHK 50 persen pekerja tambang lapangannya. Selama ini rencana PHK selalu dikait-kaitkan karena Freeport tidak mau membangun smelter. Freeport sendiri memang sama sekali tidak berencana dan berkeinginan membangun smelter karena menurut mereka kewajiban tersebut sudah dipenuhi tahun 1995 ketika Smelter Gresik beroperasi, dimana 75% nya diurus Mitsubishi dan 25% Freeport McMoran.
Tidak mau berurusan dengan arbitrase dan urusan lain-lain dengan pemerintah, Freeport secara terpaksa belakangan mau membangun smelter lagi. Smelter akan bangun di Gresik, Jawa Timur. Daerah Gresik dipilih karena faktor bisnis dimana di sana tersedia energi gas. Pertimbangan lainnya karena faktor lingkungan dimana produk buangan smelter berupa H2SO4 atau asam sulfat pekat yang sangat beracun dapat dikelola langsung oleh Pupuk Gresik sebagai salah satu bahan utama pembuatan pupuk.
Janji Jokowi membangun smelter di Papua tidak tepat. Juga, tidak tepat upaya Jokowi mengatasi rencana 50 persen PHK pekerja Freeport dengan membangun smelter di Papua.
"Kalau bangun di Papua sama saja bohong, karena gak ada sumber energi yang tersedia, gak ada pembangkit listrik se pulau Papua selain menggunakan solar dan batubara impor dari kalimantan, serta pengelolaan lingkungan yang beresiko tinggi karena hasil buangan smelter harus secara khusus dilakukan pengelolaan dengan biaya tinggi," papar sumber yang paham betul soal seluk beluk Freeport Indonesia itu.
Diingatkan, smelter merupakan pabrik yang mengandalkan mekanisasi dan otomatisasi. Pabrikasi tidaklah padat karya. Paling banyak smelter hanya akan memiliki tenaga kerja 600 orang, atau jauh lebih kecil dari jumlah tenaga kerja pabrik panci Maspion, atau pabrik garment kelas menengah di Bandung.
"Mungkin saja Jokowi dan Freeport main mata soal smelter akan dibangun di Papua. Untung untuk Jokowi dapat suara banyak di timur. Untuk Freeport biar rugi sedikit asal dapat kepastian di perpanjang sampai 2041," demikian sumber itu menutup perbincangan dengan redaksi..
*rmol
Tidak ada komentar :
Posting Komentar