NAVIGASI

Kamis, 14 Agustus 2014

MANTAN ANGGOTA KPU DR CHUSNUL MARIYAH TANTANG, BERANI GAK DKPP PECAT KOMISIONER KPU KARENA TERBUKTI PILPRES AMBURADUL


Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ditantang berani melakukan terobosan untuk memecat anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diduga melakukan pelanggaran.

"Selama ini kan DKPP cuma berani memecat komisioner KPU Daerah saja," kata mantan anggota KPU, Chusnul Maria dalam Dialog Kenegaraan bertajuk "Menerka Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)di Jakarta, Rabu, (13/8).

Menurut Dosen FISIP Universitas Indonesia (UI) ini, selama ini DKPP belum pernah menjatuhkan sanksi berat, sehingga wajar masyarakat meragukannya.

"Yang jadi persoalan itu kan, kalau ada penyelenggara dari KPU pusat, paling-paling hanya sebatas teguran saja," ujarnya.

Chusnul mengatakan itu karena dia sudah memprediksi dampak dari pemecatan komisioner KPU, yang akan berbuntut pada legitimasi hasil Pilpres . "Kalau Komisioner KPU dipecat, hasil pilpres tentu dipertanyakan,"
tambahnya.

Selain mempertanyakan keberanian DKPP, Chusnul juga mempermasalahkan sistem noken yang terjadi di Papua.

"Masalahnya, apakah yang mencoblos itu kepala suku atau bukan. Kalau ternyata itu dilakukan KPPS, ya maka tidak sah," katanya.

Chusnul juga mengingatkan masyarakat untuk tidak mengolok-olok kalangan yang mengajukan gugatan ke MK.

Karena bagaimanapun juga langkah ini demi perbaikan kualitas penyelenggaraan pemilu ke depan.

"Begitu juga, MK harus bisa melihat persoalan ini dengan mata bain, dan rakyat harus mendoakan hakim MK dalam memutuskan, karena pesanan sangat luar biasa, terutama dari luar negeri," imbuhnya.

Sementara itu, anggota DPD RI, Farouk Muhammad, mengaku kecewa dengan kualitas hakim MK saat ini.

Pasalnya, para hakim terkesan tidak berusaha mencari kebenaran substantif, tetapi kebenaran dari bukti-bukti yang terjadi di persidangan MK.

"Hakim MK hanya melihat bukti formal, soal benar atau salah. Hamdan bukan seperti Jimly atau Mahfud MD, karena hakim-hakim MK sekarang berkharakter safety player," katanya.

Mantan Guru Besar PTIK ini menambahkan, soal keadilan di MK tidak akan pernah memuaskan. Meski hakim MK mengetahui ada bukti-bukti yang merobek-robek proses demokrasi, tetapi mereka tetap pada bukti-bukti yang ada.

"Masalahnya peradilan MK itu, bukan pidana. Padahal ini persoalan aspirasi bangsa. Di sisi lain, kita berharap MK bisa menjadi pelaku korektif. Hanya saja, yang perlu diprediksi saat ini adalah apa yang akan terjadi pasca putusan MK ke depan?. Ini yang belum diketahui," katanya.

Tidak ada komentar :

Bagikan