NAVIGASI

Rabu, 27 Agustus 2014

Pembodohan besar-besaran dari koran tempo

koran tempo 1

Membaca Kompas Selasa 26 Agustus 2014 yang saya peroleh dari penerbangan Hanoi-Jakarta, terutama di rubrik "Tajuk Rencana" dengan judul "Kelangkaan BBM" dan Kolom "Analisis Politik" yang kali ini ditulis oleh Sukardi Rinakit dengan judul "Para Jacobin" semakin mengukuhkan Kompas untuk bukan lagi menjadi surat kabar yang bermutu dengan nalarnya.

Di Tajuk Rencana berjudul "Kelangkaan BBM," Kompas seolah menjadi koran yang mengalami amnesia akut. Dalam salah satu paragrafnya ditulis, "Pemerintah terkesan menghindari penyelesaian masalah dengan melemparkan tanggung jawab ke pemerintah baru." Apakah Kompas lupa Parpol mana yang paling keras menolak kenaikan harga BBM? Tentu Kompas harusnya ingat bahwasanya PDI-P lah yang notabene rumah dari sang Presiden Barulah yang paling lantang menolak.

Kemudian dalam Analisis Politik, Sukardi Rinakit terkesan kehilangan daya kritis dan ketajaman analisisnya dengan menyebut Megawati dan Surya Paloh sebagai elit politik yang berkarakter negarawan. Apakah Sukardi mengabaikan bagaimana polah Mega yang tidak pernah menghadiri undangan SBY dalam 10 kali Upacara 17-an (hanya datang ke Istana ketika pengen ikut bertemu Obama dalam sebuah acara makan malam kenegaraan dan penganugerahan Bintang Maha Putra untuk Alm. Taufik Kiemas).

Kalau saja Mega atau Paloh punya elektabilitas yang tinggi, mungkin ceritanya akan lain. Apakah jargon "Restorasi Indonesia" yang dikumandangkan seraya menggebuki SBY dan Partai Demokrat dengan menggunakan Metro TV dalam lima tahun terakhir juga bisa disebut sebagai "elit politik yang berkarakter negarawan," kawan?

Tidak ada komentar :

Bagikan