JAKARTA– Banyaknya kecurangan yang terjadi dalam pemilihan umum presiden (pilpres) 2014 dan pengabaian oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan bahwa lembaga itu mencederai dirinya sendiri.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Herdi Sahrasad, mengatakan KPU telah mengabaikan banyak kecurangan yang terjadi saat Pilpres 9 Juli lalu.
“KPU telah melakukan pembiaran dan ini sama artinya dengan mencederai diri sendiri,” kata Herdi saat dihubungi, Selasa (5/8/2014).
Pengabaian itu tidak hanya soal kecurangan di 5802 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di wilayah Jakarta yang ditemukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“ Kecurangan juga terjadi Papua, Lampung, Jawa Timur dan beberapa daerah di Indonesia,” tegas Herdi.
Terhadap kecurangan itu, KPU terbukti mengabaikan, pemilihan suara ulang hanya terjadi di 13 TPS dari ribuan yang direkomendasi Bawaslu.
Selain itu hal penting lain yang dilakukan KPU adalah pembongkaran kotak suara . “Itu melanggar etika politik, karena legalitas hukumnya tidak kuat,” sambungnya.
Menurutnya tindakan membongkar kotak suara dianggap berbahaya karena hasil Pilpres masih dalam kondisi sengketa. Dia menambahkan, langkah KPU tersebut dianggap merugikan dirinya sendiri, karena bisa jadi boomerang bagi lembaga itu.
”KPU terancam delegitimasi. Masyarakat mengira persepsi yang terjadi adalah seperti yang ada. Padahal KPU harus bisa dipercaya,“ paparnya.
Dia juga menyatakan, integritas, etika politik dan menjaga kepercayaan adalah tiga hal penting yang harus dimiliki oleh KPU. “KPU jangan menganggap remeh simpatisan Prabowo Subianto- Hatta Rajasa yang mencapai puluhan juta suara hanya karena berat dengan pasangan Jokowi Jusuf Kalla,” tuntasnya.(Raka Mahesa/fid) (//ahm)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar