JAKARTA - Penasehat
relawan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut satu
Prabowo-Hatta, Suryo Prabowo kembali menemukan fakta kecurangan
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014. Kali ini berada di
Papua.
"Kejanggalan di Papua terlihat dari perbandingan antara data Daftar Pemilih Tetap (DPT) versi KPU dengan jumlah penduduk Biro Pusat Statistik," katanya, kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (24/7/2014).
Ditambahkan dia, berdasarkan sumber resmi, DPT KPU Papua sebanyak 3.028.568. Sementara data survei penduduk versi BPS sebesar 3.091.040. Data keduanya diambil pada saat yang hampir sama, yaitu 2013-2014.
"Data BPS adalah jumlah penduduk total, termasuk bayi dan anak kecil. Sementara, DPT adalah warga negara yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah," ungkapnya.
Dengan begitu, terlihat bahwa angka selisih sangat kecil, yaitu hanya dua persen, yaitu sekitar 16.864 orang. Dan hal ini menurut Tim Prabowo-Hatta sangat tidak masuk diakal. Sebab, orang yang umurnya di bawah 17 tahun hanya dua persen.
"Secara teori, data DPT itu 70 persen dari total jumlah penduduk. Ini sesuai dengan struktur demografi masyarakat. Dengan demikian, secara teori jumlah DPT di Papua hanya 2,1 juta jiwa," terangnya.
Artinya, kata dia, terjadi penggelembungan sebanyak hampir satu juta suara di Papua. Ironisnya, dia menuding, kecurangan itu dilakukan oleh KPU sejak awal. Bahkan, jauh sebelum pencoblosan pilpres dilakukan.
"Hal itu berarti, keputusan yang dikeluarkan KPU cacat sejak lahir. Ini jelas suatu kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, masif, dan sistematis," tegasnya.
Dia melanjutkan, berdasarkan data timnya, terdapat 14 dari 29 kab/kota di Papua yang tidak menyelenggaralan pilpres. temuan itu sudah diprotes oleh para saksi saat pleno tingkat provinsi di Papua. Namun tidak direspon oleh KPU.
"KPU Pusat menyebutkan hasil perolehan suara Prabowo-Hatta 769.132 suara. Sementara pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebesar 2.026.735 suara, dengan total suara 2.795.867 suara atau 91,8 persen," bebernya.
Melalui angka itu, pihaknya melihat, terjadi peningkatan yang sangat fantastis, karena tingkat partisipasi pemilih yang 90 persen itu jauh di atas nasional yang 70 persen.
"Data itu semakin menguatkan dugaan adanya kecurangan. Sebelumnya, sebanyak 47 persen atau yaitu 5.802 TPS di DKI dianggap bermasalah. Dua kecurangan besar di dua provinsi ini saja sudah membuktikan kalau pilpres 2014 tidak jujur," katanya.
Berdasarkan sejumlah temuan kecurangan tersebut, maka suatu hal yang wajar jika pasangan Prabowo-Hatta menolak hasil Pilpres 2014 yang telah diumumkan oleh KPU.
"Kejanggalan di Papua terlihat dari perbandingan antara data Daftar Pemilih Tetap (DPT) versi KPU dengan jumlah penduduk Biro Pusat Statistik," katanya, kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (24/7/2014).
Ditambahkan dia, berdasarkan sumber resmi, DPT KPU Papua sebanyak 3.028.568. Sementara data survei penduduk versi BPS sebesar 3.091.040. Data keduanya diambil pada saat yang hampir sama, yaitu 2013-2014.
"Data BPS adalah jumlah penduduk total, termasuk bayi dan anak kecil. Sementara, DPT adalah warga negara yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah," ungkapnya.
Dengan begitu, terlihat bahwa angka selisih sangat kecil, yaitu hanya dua persen, yaitu sekitar 16.864 orang. Dan hal ini menurut Tim Prabowo-Hatta sangat tidak masuk diakal. Sebab, orang yang umurnya di bawah 17 tahun hanya dua persen.
"Secara teori, data DPT itu 70 persen dari total jumlah penduduk. Ini sesuai dengan struktur demografi masyarakat. Dengan demikian, secara teori jumlah DPT di Papua hanya 2,1 juta jiwa," terangnya.
Artinya, kata dia, terjadi penggelembungan sebanyak hampir satu juta suara di Papua. Ironisnya, dia menuding, kecurangan itu dilakukan oleh KPU sejak awal. Bahkan, jauh sebelum pencoblosan pilpres dilakukan.
"Hal itu berarti, keputusan yang dikeluarkan KPU cacat sejak lahir. Ini jelas suatu kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, masif, dan sistematis," tegasnya.
Dia melanjutkan, berdasarkan data timnya, terdapat 14 dari 29 kab/kota di Papua yang tidak menyelenggaralan pilpres. temuan itu sudah diprotes oleh para saksi saat pleno tingkat provinsi di Papua. Namun tidak direspon oleh KPU.
"KPU Pusat menyebutkan hasil perolehan suara Prabowo-Hatta 769.132 suara. Sementara pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebesar 2.026.735 suara, dengan total suara 2.795.867 suara atau 91,8 persen," bebernya.
Melalui angka itu, pihaknya melihat, terjadi peningkatan yang sangat fantastis, karena tingkat partisipasi pemilih yang 90 persen itu jauh di atas nasional yang 70 persen.
"Data itu semakin menguatkan dugaan adanya kecurangan. Sebelumnya, sebanyak 47 persen atau yaitu 5.802 TPS di DKI dianggap bermasalah. Dua kecurangan besar di dua provinsi ini saja sudah membuktikan kalau pilpres 2014 tidak jujur," katanya.
Berdasarkan sejumlah temuan kecurangan tersebut, maka suatu hal yang wajar jika pasangan Prabowo-Hatta menolak hasil Pilpres 2014 yang telah diumumkan oleh KPU.
(san)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar