NAVIGASI

Jumat, 01 Agustus 2014

Tribune (Kompas) kembali membuat berita bohong

Nanik S Deyang mantan anggota tim sukses jokowi yang sekarang mendukung prabowo
Tribune (Kompas) kembali membuat berita bohong. Kok betah ya wartawan Tribune itu membuat berita bohong. Dimana nurani seorang wartawan, padahal seorang wartawan itu harus punya kejujuran. Seperti saat hari pencoblosan, mereka tulis " Prabowo Ngamuk Pada Waratawan"...kemarin mereka tulis "Prabowo Marah Pada The Jakarta Post dengan Mengeluarkan kata-Kata Yang Tidak Pantas".
Yg Berita pertama soal Pak Prabowo marah di Hambalang , langsung dibantah oleh wartawan yg di up load fotonya ke youtube oleh temannya, dan wartawati yg disebut dimarahi Pak PS itu malah membantah sendiri kalau Pak PS marah-marah pada wartawan di rumahnya, Hambalang usai pencoblosan.

Oke saya akan cerita apa yg saya lihat yang berkait dengan wartawan The Jakarta Post, semoga nanti anda semua bisa menyimpulkan sendiri, bagaimana sebetulnya berita yg ditulis Tribune tersebut .

Ceritanya begini, kemarin sore sehabis acara deklarasi merah putih di Tugu Proklamasi, Pak PS digiring orangnya ARB, Rizal Malarangeng ke kantornya Freedom Institut. Rizal ternyata membuat ruangan Media Center Prabowo-Hatta , khusus untuk media asing. Saya ulang MEDIA CENTER KHUSUS MEDIA ASING.

Dalam rangka "meresmikan" tempat tersebut, Rizal minta Direktur Media dan Komunikasi Timkamnas, Budi Purnomo, mengundang wartawan asing dari media asing. Jadi acara kemarin sore itu diperuntukkan untuk wartawan dan media ASING, bukan wartawan nasional.

Nah, dalam kesempatan itu hadir sekitar 20 wartawan dari media asing....namun tiba2 wartawan nasional yg habis meliput deklarasi langsung merangsek masuk, meski sebagian tau diri tidak ikut dalam jumpa pers tersebut.

Rizal kemudian memberi kesempatan Pak PS untuk maju ke podium , menyampaikan sedikit pengantar, dan dilanjutkan tanya -jawab semua dalam BAHASA INGGRIS. Setelah menjawab beberapa pertanyaan beberapa wartawan, tiba-tiba seorang wartawan cewek bukan bule mengacungkan tangan. Dia kemudian menyebut dari The Jakarta Postt. Dengan tertawa-tawa...saya ulang lagi dengan tertawa-tawa, dalam bahasa Inggris, PAk PS menolak apapun pertanyaan Jakarta Post, karena menurut Pak PS The Jakarta Post sudah menjadi media partisan. Media yg tidak adil. Si wartawati pun menerima tolakan Pak Prabowo juga tidak merengut tapi juga tertawa-tawa, sambil janji akan memuat apapun jawaban Pak PS, tapi Pak PS lagi-lagi dengan tertawa bilang tdk mau, karena takut dipelintir jawabannya.

Nah usai tanya-jawab, Pak PS menyalami semua wartawan, termasuk wartawati Jakarta Post . SAYA PERSIS BERDIRI DI BELAKANG (ngikuti dari belakang Pak PS), saat menyalami wartawati The Jakarta Post , si wartawati coba mau tanya lagi tapi dalam bahasa Indonesia " Aduh udah deh , The Jakarta Post itu jahat. Pemilik The Jakarta Post Sofyan Wanandi itu jahat. Coba gimana gak jahat, kita bantah gak dimuat. Saya pernah buat artikel yg saya tulis sendiri tidak dimuat, ada orang sy yg nulis juga juga tdk diturunkan," kata Pak PS sambil tertawa, dan berlalu, karena banyak wartawan asing lainnya yg mencegat, dan dari belakang saya bilang .."Ayo pak , sudah Pak, gak usah diladeni , Bapak belum salat Maghrib" . saya mendorong Pak PS dari belakang, kemudian sambil jalan , karena wartawati The Jakarta Post tersebut tetap bertanya maka akhirnya Pak PS nyahuti dan menjawab pertanyaan sang wartawan, yitu mengenai tujuan deklarasi Merah Putih.

Nah, mari kita lihat kejanggalan berita Tribune, dan sopan santunnya sebagai media:

1. Acara tersebut untuk wartawan atau media asing, lalu kalau kemudian Tribun masuk ruangan kemudian membuat berita, dan beritanya tdk sesui fakta, karena faktanya seperti di atas, dan apa yg saya tulis ini bisa dikonfirmasi ke wartawan asing, berarti dia (media dan wartawan Tribune) melakukan kebohongan publik, dan mencuri informasi. Karena sudah tdk diundang ikut jadi penyelundup di antara wrtawan asing, dan membuat berita yg tdk benar. Mengapa kebohongan publik, karena omongan kasar seperti yg ditulis di Tribune itu sama sekali tidak dilontarkan Pak PS. Ingat Pak PS tidak pernah bicara kasar, bicara tegas iya, tapi bicara kasar, sampai seolah kata-katanya tdk layak ditampilkan di media, saya pastikan tidak! Saya jadi pengin tau, wartawan Tribune itu punya rekamannya nggak?

2. The Jakarta Post itu sebetulnya media asing atau media lokal berbahasa Inggris , lalu kalau media tersebut ikut jumpa pers media asing, dan saat Pak PS ditanya tdk mau jawab , salah atau benar? Kan juga sah-saha saja bapak tdk menjawab, lha wong yg diundang media asing.

3. Saat bapak bicara dalam bahasa Indonesia (saat nyalami wartawati The Jakarta Post) , posisi bapak ada di tengah-tegangah wartawan asing, dan saya lihat beberapa orang bukan bule, mungkin wartawan nasional berdiri di belakang . Nah kalau sy yg dekat saja, tidak mendengar Pak PS ngomong kasar, bagaimana wartawan Tribune yg berdiri jauh (karena selain saya yg mengerumuni Pak PS wartawan bule) nulis berita itu kok dengar Pak PS ngomong kasar . INGAT , wartawati dan Pak PS dalam posisi tertawa-tawa. Kalau wartawati The Jakarta Post ini jujur, dia mustinya bisa mengatakan "BOHONG BESAR" atas berita tersebut, tapi apakah mau wartawati The Jakarta Post mau membela Pak PS? Ingat The Jakarta Post selain milik
Sofyan Wanandi, juga milik Kompas dan Tempo, dan anda semua tau bagaimana seikap media tersebut ke Pak PS.
Nah, demikian tulisan ini saya buat, ini bulan puasa, adalah sebuah dosa besar apabila sy melakukan pembohongan atas tulisan ini, dan bila ada yg mengenal wartawan asing, maka apa yg saya tulis ini bisa dikonfirmasikan.
Saya mantan wartawan, meski sy mendukung Pak PS, apapun yg saya katakan bisa dipertangungjawabkan, di hadapan Allah SWT, di hadapan hukum dan masyarakat.

Satu catatan kecil, di perusahaan kami, sema wartawan media dididik tidak bohong itulah sebabnya, meski mereka suka gengsi untuk merekam, maka para Pimred di media kami mewajibkan anak-buahnya untuk merekam, apapun yg dikatakan nara sumber, sehingga semua berita yg disuguhkan bisa dipertangungjawabkan, dan bukan membuat berita dengan cara MENGARANG BEBAS.

Satu catatan lagi, Tribune saat ini juga dilaporkan Fadlizon ke polisi, atas tulisannya mengenai fitnah Fadlizon bagi-bagi duit di Semarang. Padahal kejadian yg sebenarnya, ada orang miskin nyegat Fadlizon saat berjalan, dan Fadli gak tega kemudian memberi uang Rp 150 ribu. Eh di sebelah orang miskin itu ternyata ada pengemis, dan FAdli memberi Rp 100 ribu. Bayangkan kalau apa yg dilakukan Fadli iu dalam rangka money politic, masak memberi uang dalam keadaan terbuka, dan hanya pada dua orang. Itulah yg kemudian yg menjadi dasar Fadlizon, melaporkan Tribune ke Polisi, krn melakukan pencemaran nama baik.


Tidak ada komentar :

Bagikan