Perth telah menjadi kota debat. Achmad Room dan Airlangga Pribadi adalah sahabat debat saya di kota romantis ini. Banyak sahabat lainnya coba yakinkan saya agar menerima logika fitnah yang disematkan sejak 17 tahun lalu kpd Prabowo Subianto. Sebelumnya, izinkan saya mengingatkan bahaya fitnah. Fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Berhati-hatilah
Akar fitnah 1998 itu sederhana. Tapi digunakan secara sesat sebagai alat propaganda politik. Berawal 18 Januari 1998, terjadi ledakan bom di rusun Tanah Tinggi. Pelakunya Agus Jabo Priyono, anggota SMID dan jaringan PRD (Tempo, google saja). Lalu 9 orang diamankan Tim Mawar karena ada agenda negara SU MPR pada Maret 1998. Perintah penangkapan diberikan komandan Tim Mawar (Mayor Inf. Bambang Kristiono), yang telah disidang di Mahkamah Militer Tinggi bulan April 1999 (Nomer perkara: PUT. 25-16/K-AD/
Sidang tersebut membuktikan Prabowo tidak bersalah. Meskipun begitu dia tidak lari dari tanggung jawab. Selaku komandan Kopasus, dia bersikap ksatria. Andi Arief, aktivis 98 korban penangkapan tegas berkata, “Prabowo dan Tim Mawar bukan penculik. Karena mereka bukan dari kesatuan liar, mereka organ resmi negara!”. Apa kita yg tak pernah ditangkap merasa lebih layak didengar omongannya dari seorang Andi Arief?
Tentang 13 orang yang hilang. Itu tidak melibatkan Tim Mawar, tapi Pangskoops Jaya. Setidaknya ada 4 faksi di TNI-AD yang bertikai saat itu, imbuh Habibie. Jadi zalim bila kita sembarangan menuduhkan semuanya Prabowo. Prabowo lalu memutuskan melepas 9 aktivis dengan pertimbangan rasa kemanusiaan. Tanpa seizing Pangab sehingga dianggap melanggar tindakan subordinasi. Tindakan manusiawi Prabowo ini dikhawatirkan Pangab memperbesar tuntutan reformasi aktivis mahasiswa 98.
Mengetahui ibukota dalam bahaya kerusuhan, Prabowo berusaha mencegah Pangab menghadiri seremoni Pemindahan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PRRC) di Malang yang tidak penting itu. Mestinya Pangab tetap berada di Jakarta mengantisipasi huru-hara yang menelan banyak korban tgl 12-21 Mei 1998 itu. Ironisnya, notulensi rapat terbatas Pangab pada 17 Juli 1998 mencatat usulan agar kepergian perwira TNI ke Malang 12 Mei 1998 dijadikan sebagai alibi cuci tangan sekaligus mengkambinghita
Masih tak puas, Pangab memfitnah Prabowo kudeta, sehingga Presiden Habibie ketakutan. Fitnah kudeta (bukan penculikan) yang menyebabkan tanggal 22 Mei 1998 Prabowo digeser dari jabatan Pangkostrad menjadi Dansesko ABRI di Bandung. Masih belum puas, karena Prabowo belum dipecat, Pangab menggagas DKP (produk cacat hukum) sebagai dasar pembenaran fitnah pemecatan.
Padahal SK Presiden RI No. 65/ABRI/1998 pada 20 November yang mempunyai status hukum jelas telah menyatakan Prabowo Subianto diberhentikan DENGAN HORMAT dan mendapatkan HAK PENSIUN. Bahkan selaku Presiden RI, BJ Habibie mengucapkan terima kasih kepada Prabowo atas jasa-jasanya selama mengabdi di ABRI. Jika Prabowo pernah melanggar hukum, maka tidak akan diberhentikan dengan hormat dan tidak akan diloloskan KPU menjadi wapres Megawati tahun 2009 lalu.
Cobalah kita jernih memahami wisdom Gus Dur yang mengatakan Prabowo adalah tumbal bangsa ini atas tragedi 1998. "Sampai Gus Dur mengatakan orang paling ikhlas untuk bangsa ini Prabowo, artinya apa? Dia siap berkorban, siap dilengserkan dari Pangkostrad, siap dicabut dari kedudukannya, sebab kalau bukan dia siapa lagi tumbalnya," kata Said Aqil Siradj, Ketua Umum PBNU.
Karena itulah, setiap anak bangsa, tak terkecuali, saya dan sahabat sekalian, berkewajiban turut aktif membersihkan fitnah yang menodai kesucian ibu pertiwi. Saatnya kita hentikan pembunuhan karakter keji ini. Agar rakyat bisa memilih dengan jernih pemimpin yang diyakini mampu membawa IndONEsia bangkit.
Prayudhi Azwar
Perth, 30 Juni 2014
Tidak ada komentar :
Posting Komentar