Meski sudah dilakukan segala upaya dan strategi untuk mempertahankan citra positip Jokowi, namun akhirnya rakyat tersadar siapa Jokowi itu sesungguhnya.
Ratusan media massa yang berusaha mati-matian dengan dasar nilai kontrak yang sangat besar atau demi menjalankan perintah pemilik media untuk merekayasa opini melalui ratusan ribu pemberitaan memuja-muja joko widodo alias Jokowi, kini menghadapi jalan buntu. Popularitas Jokowi terus menurun tajam menuju titik nadir.
Diakui upaya pencitraan dan pembentukan persepsi positip terhadap Jokowi awalnya sukses dan berhasil, karena dilakukan secara sistematis, masih, kontinue, melibatkan jaringan media dan tokoh, menghabiskan biaya triliunan rupiah, disutradarai konsultan ahli strategi politik dan pollster (pengumpul suara) nomor satu di dunia.
Dampak atau hasilnya memang luar biasa, rakyat Indonesia terkecoh opini sesat. Tidak mendapat gambaran seutuhnya tentang fakta-fakta sebenarnya tentang Jokowi. Ribuan bahkan mungkin puluhan ribu tulisan, artikel, berita, tayangan dan sejenisnya ditampilkan secara apik oleh tim sukses Jokowi di bawah komando Stanley Bernhard Greeberg, sang ahli strategi politik dan pollster nomor satu dunia.
Mengupas fakta-fakta tentang diri Jokowi ini sangat menarik. Banyak misteri yang mengundang tanya tanya. Banyak informasi yang ditutup rapat, dirahasiakan, agar tidak menjadi pengetahuan rakyat luas.
Pada kesempatan pertama ini, fakta tentang diri Jokowi kita mulai dari fakta-fakta korupsi Jokowi selama menjadi Walikota Solo 2005-2011 yang diperoleh dari instansi penegak hukum (Kejari Solo dan Kejati Jawa Tengah), Pemkot Solo, dan sumber lain yang terlibat atau mengetahui pasti korupsi Jokowi ini.
Korupsi Jokowi selaku walikota Solo yang paling telak, kasar dan vulgar adalah pada pelepasan aset pemkot Solo berupa bangunan hotel Maliyawan.
Pada pelepasan aset pemkot Solo atas bangunan hotel Maliyawan ada dua tindak pidana Jokowi, yakni pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan dugaan suap dari Lukminto kepada Jokowi.
Secara ringkas dapat disampaikan, Jokowi terbukti merekayasa pelepasan aset bangunan hotel Maliyawan Solo secara ilegal dan langgar hukum. Semula Pemkot Solo yang ngotot mau beli tanah hotel milik pemda Jawa Tengah dan sudah menganggarkan dana pembelian tanah melalui APBD Solo. Tapi, Jokowi diam-diam telah menjual bangunan hotel Maliyawan kepada Lukminto. Diduga ada suap untuk Jokowi dari Lukminto atas penjualasan aset pemkot Solo (bangunan hotel Maliyawan) yang melanggar hukum itu.
Terhadap penjualan aset bangunan hotel Maliyawan itu, Jokowi terbukti melanggar Peraturan Pemerintah (PP) 38/2008 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah dan Negara.
Jokowi juga telah melanggar batas kewenangannnya sesuai dgn UU Pemda No. 22 tahun 1999, UU No. 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah, sbgmn sdh diubah dgn diubah untuk keduakalinya dengan UU Nomor 12 Tahun 2008, dan sejumlah peraturan pemerintah terkait pelepasan aset.
Jokowi terbukti telah melanggar PP No 6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Perda No 8/2008 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah
KKN Jokowi bersama Lukminto telah melanggar Laporan Pertanggung Jawaban Walikota Tahun 2010 yang telah menganggarkan pembelian tanah Hotel Maliyawan sebesar Rp 4 Miliar dari pemda / BUMD Jawa Tengan (CMJT).
Jokowi juga telah melanggar Nota Kesepakatan Pemkot Solo dengan DPRD Kota Solo No 910/3.314 dan No 910/1/617 tentang Kebijakan Umum Perubahan APBD Solo.
Jokowi melanggar hukum dan diduga korupsi dana hibah KONI Solo sebesar Rp. 5 miliar.
Pada tahun 2008 KONI Surakarta (Solo) mengajukan permohonan bantuan anggaran pembinaan dan bonus atlet berprestasi ke pemkot Solo. Atas permintaan KONI, pemkot Solo menyampaikan usulan RAPBD 2009 dengan alokasi dana hibah sebesar Rp. 11.3 M untuk KONI Solo.
Nota RAPBD 2009 Pemkot Solo dengan rencana anggaran hibah untuk KONI Solo disetujui DPRD Solo dan ditandatangani Jokowi selaku Walikota.
Sebelumnya pada tahun 2008 PERSIS Solo juga mengajukan permohonan dana bantuan ke Pemkot Solo. Tapi tidak disetujui karena dilarang peraturan dan perundang-undangan.
Terbukti bahwa APBD Solo TIDAK mengalokasikan dana hibah ke PERSIS Solo pada APBD tahun 2009.
Namun dalam pelaksanaanya, DPRD Solo menemukan penyimpangan pencairan dana Rp. 11.3 Milyar itu oleh Jokowi, di mana dana APBD 2009 untuk hibah KONI Solo hanya diterima sebesar Rp. 6.3 miliar, atau kurang Rp. 5 miliar dari anggaran APBD 2009 yang sudah disahkan.
KONI Solo melalui Wakil Ketua KONI Gatot Sugiharto mempertanyakan kemana kekurangan uang Rp. 5 miliar yang tidak diterima KONI. Jawaban walikota Jokowi bahwa sisa uang Rp. 5 miliar dana hibah hak KONI itu sudah dialihkan untuk PERSIS (Persatuan Sepak bola Solo).
Pengalihan uang Rp. 5 Miliar dana Hibah KONI melanggar UU dan hukum karena tanpa ada persetujuan DPRD dan Mendagri. Sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku dana APBD tidak diperbolehkan dihibahkan ke cabang olah raga termasuk sepakbola.
Tindakan Jokowi itu melanggar UU No. 32 thn 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Permendagri No. 59 thn 2007 serta Perda APBD Kota Solo.
Belakangan diketahui uang Rp. 5 miliar hak KONI SOLO telah dialihkan dan disebut Jokowi sudah diterima PERSIS Solo juga tidak dapat dipastikan kebenarannya. Tidak ada laporan penerimaan dana hibah dari APBD 2009 atau hibah dari KONI Solo untuk PERSIS Solo sebesar Rp. 5 miliar dalam laporan keuangan PERSIS Solo tahun 2009.
Korupsi Jokowi pada penyaluran dana Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Solo (BPMKS)
Pada tahun 2010, APBD Solo menganggarkan dana BPMKS sebesar Rp. 23 miliar untuk 110.000 siswa SD, SMP dan SMA Kota Solo.
Penyimpangan dan korupsi Jokowi adalah pada proses penganggarannya yang terjadi penggelembungan jumlah siswa dari 65.000 menjadi 110.000 siswa dengan modus duplikasi nama siswa.
sehingga anggaran APBD 2010 yang seharusnya hanya Rp. 10.6 miliar dimark up menjadi Rp. 23 miliar. Dari dana APBD tahun 2010 sebesar Rp. 23 miliar itu, dilaporkan tersisa Rp. 2.4 miliar atau terpakai /tersalurkan Rp. 20.6 miliar.
Hasil verifikasi tim audit BPK dan Itjen Kemendagri, telah terjadi korupsi pada program BPMKS sebesar Rp. 9.5 – 13 miliar dari penggunaan dana APBD tahun 2010 sebesar Rp. 23 miliar.
Untuk program BPMKS pada APBD 2011 dan 2012 juga terjadi penyimpangan dan korupsi yang sama dengan modus yang sama.
Pihak masyarakat sudah melaporkan perihal korupsi Jokowi di program BPMKS ke KPK, tetapi seperti kita ketahui bersama, puluhan ribu laporan masyarakat di KPK menumpuk menunggu antrian bertahun – tahun untuk mulai diusut.
Korupsi mantan Walikota Solo Joko Widodo yang menjadi catatan hitam adalah korupsi Jokowi pada proyek VIDEOTRON Manahan Solo pada 2008.
Keterlibatan Walikota Solo Jokowi pada pengadaan pembangunan sarana Reklame Videotron di pertigaan Gelanggang Olah Raga (GOR) Manahan Solo, dimulai dari perintah atau disposisi Walikota Jokowi kepada Budi Suharto Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Solo pada Desember 2008.
Perintah atau disposisi Walikota Solo Jokowi kepada Budi Suharta Kadispenda itu pada intinya adalah untuk memberikan pekerjaan pemasangan reklame videotron itu kepada PT. Loka Niaga Adipermata.
Penetapan lokasi dan kelayakan (Feasibility Study) pemasangan reklame videotron itu sebelumnya sudah dilakukan oleh CV. Tika Martindo dengan sumber anggaran APBD sebesar Rp. 90 juta. Penetapan CV. Tika Matindo sebagai pelaksana studi kelayakan dilakukan tanpa lelang. Penunjukan langsung oleh Kadispenda atas perintah Walikota Solo Jokowi.
Setelah studi kelayakan penetapan lokasi pemasangan sarana reklame videotron selesai dilakukan, yakni direkomendasikan di pertigaan GOR Manahah, PT. Loka Niaga Adipermata mengirim surat kepada Walikota Solo, pada tanggal 15 Desember 2008.
Surat PT. Loka Niaga Adipermata kepada Walikota, diteruskan Jokowi kepada Kadipenda Solo Budi Suharta dengan disposisi “Diajukan segera sebagai peserta lelang terdaftar”.Disposisi Walikota Jokowi itu kemudian dituangkan dalam surat jawaban Kadispenda kepada PT. Loka Niaga Adiperdana pada tanggal 19 Desember 2008.
Pada tanggal 22 Desember 2008 atau 3 hari setelah surat Kadispenda Solo kepada PT. Loka Niaga Adiperdana diterbitkan, Dispenda Solo mengirim surat undangan kepada perusahaan – perusahaan biro iklan rekanan terdaftar Pemkot Solo untuk menghadiri penjelasan lelang pengadaan Baliho, Bando, Billboard, dan lainnya, yang akan dilaksanakan pada 23 Desember 2008 atau hanya satu hari terhitung sejak surat undangan penjelasan lelang disampaikan.
Pada tanggal 23 Desember 2008 dilakukan penjelasan lelang di Kantor Dispenda Solo yang dihadiri beberapa perusahaan biro iklan rekanan pemkot Solo. Namun, semua biro iklan yang hadir dalam penjelasan lelang di kantor Dispenda Solo itu tidak ada yang mengetahui bahwa pemkot Solo juga sedang melelang pengadaan sarana reklame videotron, kecuali PT. Loka Niaga Adiperdana.
Pada 24 Desember 08, sekitar pukul 14.00 WIB digelar rapat di ruang lantai 2 kantor Dispenda, dipimpin langsung Kadispenda Solo Budi Suharto. Hadir pada rapat itu antara lain Budi Ismoyo (PT Jarum), Wardani ( DKP), Aroni (DTT), Singgih ( Kantor Aset) & Yosca H (DLLAJ Solo).
Rapat tanggal 24 Desember 2008 di lantai 2 Dispenda Solo itu ditetapkan para pemenang lelang sesuai dengan arahan Walikota Jokowi kepada Kadispenda. Khusus untuk paket pengadaan sarana reklame videotron senilai Rp. 4 miliar diserahkan kepada PT. Loka Niaga Adiperdana yang merupakan satu-satunya perusahaan biro iklan yang mengetahui informasi lelang dan juga merupakan satu-satunya biro iklan yang mendapat undangan untuk mengikuti lelang paket pengadaan videotron pemkot Solo.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Solo sudah mengusut korupsi videotron ini, namun perkembangan penyelidikan dan penyidikannya macet total. Padahal, Kejari Solo sudah menemukan bukti korupsi di antaranya temuan bahwa CV. Tika Martindo pelaksana studi kelayakan adalah perusahaan fiktif yang tidak diketahui alamat dan keberadaaanya.
Di samping itu, Kejari Solo juga sudah menetapkan Budi Suharta sebagai tersangka, namun tiba – tiba status tersangka korupsi Budi Suharta dicabut kembali tanpa dasar dan alasan yang jelas.
Padahal penetapan tersangka terhadap Budi Suharta dan pejabat – pejabat Dispenda Solo serta direktur PT. Loka Niaga Adiperdana akan menguak keterlibatan Jokowi dalam korupsi serta akan menyeret mantan walikota Solo yang kini adalah capres PDIP sebagai tersangka korupsi videotron Manahan Solo.
Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) Jokowi pada proyek pengadaaan videotron Manahan Solo ini sebenarnya sangat mudah dibuktikan, namun sayangnya ada intervensi ‘tangan sakti’ kepada Kejari Solo dan penyidik. KPK diharapkan segera masuk mengambilalih kasus korupsi Jokowi yang sudah terkatung – katung penuntasannya selama 4 tahun.
Saat ini nasib Jokowi terancam. Penetapan dua staf Dinas Perhubungan DKI Jakarta Drajat Adyaksa Sekretaris Dishub DKI Jakarta dan Setyo Tuhu Ketua Panitia Lelang Pengadaan Barang dan Jasa Dishub DKI, sebagai tersangka korupsi pengadaan Bus Trans Jakarta Reguler dan Non Reguler oleh Kejaksaan Agung akan menjadi titik balik masa depan Jokowi. Hanya tinggal menunggu waktu Jokowi dan sahabat karib, mantan ketua tim suksesnya Michael Bimo Putranto untuk ditetapkan sebagai tersangka korupsi Rp. 1.5 triliun itu.
Pengakuan Jokowi Gubernur DKI Jakarta bahwa dirinya tidak mengenal pengusaha Michael Bimo Putranto otak korupsi Rp. 1.5 triliun di Dinas Perhubungan DKI Jakarta makin membuktikan Jokowi adalah seorang pembohong besar dan munafik. Semua orang mengetahui Jokowi dekat sekali dengan Bimo Putranto. Orang - orang dekat Jokowi memanggil Michael Bimo Putranto ini dengan sebutan "Bos Besar". Bimo selain adalah 'kasir atau ATM' bagi Jokowi, juga merupakan patner Jokowi dalam dugaan korupsi dana Hibah Koni yang merugikan negara Rp. 5 miliar pada APBD Solo tahun 2009 lalu.
Jokowi dapat berbohong pada semua orang dan pada suatu waktu, tetapi dia tidak dapat membohongi semua orang dan selama - lamanya. Sepandai - pandainya tupai melompat, sekali waktu akan jatuh juga. (Sumber LAMPUNGONLINE.com - )